Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan pada tahun ini pemerintah diharapkan lebih realistis dan obyektif dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan karena semakin rendahnya penyerapan tenaga kerja di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.
Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani menyatakan, sebenarnya sudah terdapat perbaikan dalam hal kejelasan aturan dalam pemerintahan Joko Widodo. Ia menilai, pemerintah saat ini mulai bisa memberikan sikap obyektif dalam hal ketenagakerjaan.
“Yang jelas, dari sisi pengusaha, pemerintahan Jokowi lebih
firm dalam melihat kebutuhan masyarakat banyak. Di pemerintahan sebelumnya, terdapat pembiaran dan terdapat hal yang kurang objektif,” ujarnya saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Minggu (1/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haryadi mengatakan, pemerintahan Jokowi memberi kejelasan bagi pengusaha dan buruh, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam pasal 43, disebutkan bahwa Penetapan Upah minimum dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
“Ada beberapa pihak yang meminta PP 78 itu dicabut, padahal menurut saya aturan itu sudah lumayan
fair. Masyarakat dan pemerintah juga harus sadar bahwa tingkat penyerapan kerja saat ini semakin rendah,” katanya.
Dalam peringatan Hari Buruh atau May Day pada 2016, terdapat tiga tuntutan dari para pekerja. Pertama adalah pencabutan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kedua, penghapusan sistem kerja kontrak dan
outsourcing. Ketiga adalah penghentian kriminalisasi buruh.
Ia menjelaskan, pemerintah dan buruh harus sadar beberapa hal yang cukup mengkhawatirkan. Salah satunya adalah tingkat penyerapan tenaga kerja yang turun, sementara di saat yang bersamaan terdapat moratorium Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Hal itu dikhawatirkan bakal mendongkrak jumlah pengangguran di dalam negeri.
“Investasi di sektor padat karya juga melemah. Hal itu mengancam penyerapan tenaga kerja. Negara yang sektor padat karya-nya sedang naik adalah Vietnam, terutama di industri tekstil,” jelasnya.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penyerapan tenaga kerja di pulau Jawa pada kuartal I 2016 menurun 5 persen, dari 190.298 orang menjadi 180.850 tenaga kerja. Terkait hal itu, BKPM menganggap realisasi investasi yang masuk lebih banyak mengarah ke industri padat modal, bukan padat karya.