Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan imbal hasil (
yied) yang lebih rendah bagi Surat Berharga Negara (SBN) yang disiapkan untuk menampung aset hasil repatriasi pengampunan pajak (
tax amnesty) dibandingkan
yield surat utang pada umumnya.
“
Yield itu subjek yang perlu dibahas khusus karena kerangka
capital inflow itu adalah kerangka dalam pengampunan,” tutur Staf Khusus Menteri Keuangan Arif Budimanta di Jakarta, Senin (9/5).
Pemerintah menurutnya sepakat untuk tidak menciptakan defisit akibat
yield surat utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang harus dibayar oleh wajib pajak yang ingin memperoleh fasilitas tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai negara berpotensi merugi apabila menerapkan uang tebusan yang terlalu rendah bagi pemohon
tax amnesty yang melakukan repatriasi asetnya.
Dalam draf RUU
Tax Amnesty, besaran tarif tebusan bagi pemohon pengampunan pajak yang melakukan repatriasi asetnya adalah 1 hingga 3 persen. Sementara, saat ini rata-rata imbal hasil Surat Berharga Negara di kisaran 8 persen.
“Kalau tarif tebusan aset repatriasinya 1-2 persen, sementara imbal hasilnya di atas itu artinya negara yang tekor. Bukan mendapatkan penerimaan tapi negara justru membayar bunga,” tutur Yustinus.
Dalam draf RUU tersebut, pemerintah juga mengusulkan agar aset repatriasi pemohon pengampunan pajak harus dialihkan pada instrumen investasi tertentu yang ditentukan dan diendapkan dalam jangka waktu paling singkat tiga tahun.
Pada tahun pertama, pemohon pengampunan pajak harus mengalihkan aset repatriasinya ke Surat Berharga Negara Republik Indonesia, obligasi Badan Usaha Milik Negara, atau investasi keuangan pada bank yang ditunjuk oleh Menteri.
Apabila pada tahun kedua dan ketiga pemohon pengampunan pajak ingin mengalihkan asetnya maka bentuk investasi yang dapat dipilih antara lain investasi di sektor riil yang ditentukan pemerintah, obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha, dan investasi di sektor properti.
Pembahasan draf RUU
Tax Amnesty antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan dilanjutkan kembali setelah masa reses anggota dewan pada 18 Mei 2016.
(gen)