Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pesimistis kebijakan pengampunan pajak (
tax amnesty) bisa efektif diterapkan di Indonesia tahun ini. Masih lambatnya laju perekonomian Indonesia disebut menjadi penghambat utama prediksi tersebut.
“Realistis nggak sih kebijakan ini diterapkan di tengah perlambatan ekonomi. Kalau saya menduga, kuncinya orang kalau perekonomian melambat memikirkan bagaimana mempertahankan labanya seperti tahun lalu, bagaimana supaya tidak memecat karyawan, bagaimana mencapai target. Kemudian disodori
tax amnesty di mana konsekuensinya kalau ikut tetap ada
cost yang dikeluarkan,” tutur peneliti Indef Eko Listiyanto di Jakarta, Senin (9/5).
Eko juga berkaca pada belum maksimalnya penerapan paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis pemerintah. Terbukti pada kuartal I 2016, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,92 persen. Meskipun secara tahunan naik, capaian tersebut turun 0,34 persen dibandingkan kuartal sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Berkaca dari paket kebijakan ekonomi saja, sebetulnya sudah tahu kalau pemerintah menggulirkan kebijakan di sektor pajak, katakanlah
tax amnesty, maka ada persoalan yaitu tingkat ketertarikan masyarakat untuk menyambut kebijakan ini sebagai solusi dari negara untuk bisa membangun pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ujarnya.
Menurut Eko, alih-alih mengejar
tax amnesty, pemerintah sebaiknya melakukan reformasi perpajakan (
tax reform) dengan cara memperbaiki basis data perpajakan sehingga jadi lebih akurat.
Dalam catatannya, negara yang berhasil melakukan
tax amnesty seperti Italia dan Afrika Selatan lebih dulu melakukan dua hal penting yaitu konsolidasi politik dan
tax reform sebelum memulai
tax amnesty.
“Kalau dari sisi
political will-nya itu cukup banyak, cukup kuat ya sebetulnya bisa saja membangun optimisme dunia usaha untuk menyambut dengan gembira kebijakan
tax amnesty ini tapi kan mereka (pengusaha) belum tahu tarif tebusannya berapa?” ujarnya.
Repatriasi Rp2 ribu triliunDi tempat yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menyambut kebijakan
tax amnesty. Pasalnya, ia yakin
tax amnesty bisa mendorong repatriasi aset. Berdasarkan survei yang dilakukan Apindo kepada 10 ribu responden, aset pengusaha yang diparkir di luar negeri ada sekitar Rp2 ribu triliun.
Repatriasi aset, lanjut Hariyadi, akan meningkatkan likuiditas perbankan yang diharapkan bisa menurunkan suku bunga kredit.
“Sekarang ini posisinya susah, situasinya mau ekspansi usaha susah karena
loan to deposit ratio-nya sudah di atas 90 persen,” ujarnya.
Selain itu, momentum
tax amnesty juga bertepatan dengan akan berlakunya Pertukaran Data Perpajakan Otomatis (
Automatic Exchange of Information/AEoI) global pada 2018 mendatang.
“Saya rasa semua orang juga ingin hidup tenang. Tidak mungkin dengan AEoI orang juga akan menyimpan suatu dana yang tidak terlacak,” ujarnya.
(gen)