Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan tengah menghitung jumlah alokasi gas yang ideal dari Blok Masela yang nanti diperuntukkan sebagai bahan baku industri. Pelaksanaan itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan gas Masela diperuntukkan bagi pertumbuhan ekonomi tanah air.
Direktur Industri Kimia Dasar, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Muhammad Khayam mengatakan instansinya sudah memiliki opsi terkait jumlah alokasi gas yang ideal bagi industri. Namun, perhitungan ini masih perlu dicocokan lagi dengan profitabilitas Inpex Coorporation dan Shell Upstream Overseas Services Ltd di masa depan.
"Karena kami juga tidak mau Inpex dan Shell, selaku investor, malah tidak bisa menikmati hasil dari blok Masela. Untuk itu, kami bersama-sama akan hitung berapa persen alokasi gas untuk industri, yang tidak begitu merugikan profitabilitas investor namun juga bisa dinikmati oleh industri," terang Khayam kepada CNNIndonesia.com di kantornya, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menerangkan, salah satu opsi yang sudah masuk adalah mengalokasikan 20 persen gas Masela bagi industri. Tetapi, ia mengatakan bahwa usulan ini belum pasti mengingat belum ada pembicaraan dari investor.
Ia melanjutkan, penghitungan porsi itu mengacu pada implementasi usaha kilang minyak di negara-negara penghasil migas, di mana sebanyak 15 persen hasilnya dialokasikan bagi kebutuhan industri dan 85 persennya digunakan untuk bahan bakar. Meski perbandingannya tidak sesuai (
apple-to-apple), namun setidaknya ada praktik terbaik (
best practices) yang bisa dijadikan tolak ukur (
benchmark).
"Bahkan dari
best practices itu, terlihat keuntungan dari produk turunan hasil pengalokasian 15 persen bagi industri, justru bisa menutupi
cost produksi BBM. Ibaratnya kalau tidak ada migas yang diperuntukkan bagi industri, itu tidak
bankable," ujarnya.
Ia menambahkan, sebetulnya investor tak perlu cemas akan potensi pengurangan keuntungan berjualan gas akibat kewajiban alokasi gas industri. Hal itu, jelasnya, justru sangat positif karena bisa memberi kepastian terkait penyerapan hasil gas Masela jika fasilitas ini sudah beroperasi.
"Kan kami juga tidak ingin Masela ini seperti proyek Tangguh yang lama sekali mendapatkan pembeli. Dengan menyalurkan gas ke industri ini harusnya juga bukan menjadi kerugian investor," kata Khayam.
Ia melanjutkan, perhitungan porsi gas bagi industri ini baru akan menemui titik terang setelah investor memutuskan lokasi pembangunan fasilitas
onshore Liquified Natural Gas (LNG).
"Setelah itu kami akan rumuskan bersama-sama dengan Kelompok Kerja (Pokja) khusus Masela," pungkas Khayam.
Sebagai informasi, revisi pengembangan fasilitas LNG Blok Masela sebelumnya telah diajukan oleh Inpex dan Shell di tahun 2014 setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Blok Masela dari 6,97 TCF ke angka 10,73 TCF pada tahun 2014.
Di dalam revisi
Plan of Development (PoD) yang diajukan, kedua investor akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA. Jika rampung, pembangunan ini digadang akan menjadi proyek fasilitas LNG terbesar di dunia.
Namun pada bulan Maret lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan Blok Masela dilakukan secara
onshore karena dinilai memiliki dampak yang lebih besar bagi masyarakat.
(gen)