Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menerapkan program Indonesia Terang di 12.569 desa di seluruh Indonesia. Selama ini, desa-desa tersebut tak terjamah oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Said Didu, Ketua Satuan Tugas program Indonesia Terang mengungkapkan, rencananya program Indonesia Terang menyasar wilayah-wilayah terpencil di mana PLN tidak hadir di wilayah tersebut.
Terkait hal itu, PLN telah menyediakan data wilayah yang tidak masuk dalam daftar ketersediaan listrik perusahaan pelat merah tersebut. Meskipun, PLN sendiri belum memastikan manajemen bersedia atau tidak menggarap listrik di desa-desa tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Said menuturkan, pemerintah dan PLN akan menandatangani kontrak pembagian wilayah tugas pengadaan listrik. Dengan begitu, diharapkan program PLN dan pemerintah tidak akan bersinggungan.
"PLN itu kan badan usaha, sehingga sebelum masuk ke wilayah yang belum ada listriknya tentu mereka juga memikirkan aspek ekonomisnya. Kalau menurut PLN pelaksanaan di desa-desa itu tidak layak secara ekonomis, maka kami masuk lewat program Indonesia Terang," ujarnya, akhir pekan ini.
Kesepakatan pembagian wilayah dalam pengadaan listrik antara PLN dengan pemerintah, kata Said, penting mengingat potensi keduanya membangun proyek di wilayah yang sama dan dalam waktu yang bersamaan.
Di samping itu, kepastian pembagian wilayah penggarapan listrik ini sangat mempengaruhi keputusan investor swasta untuk ikut berpartisipasi di dalam program Indonesia Terang.
Ia mencontohkan, jika investor swasta mengikuti program Indonesia Terang dan PLN juga masuk menggarap lokasi yang sama, maka investasi itu bisa merugi karena jangka waktu pengembalian modalnya bisa lebih lama.
Tidak hanya itu, bahkan rasio pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR) bisa tidak menarik dibandingkan investasi lain.
Menurut Said, program Indonesia Terang akan sangat bergantung kepada investor swasta. Hal ini dikarenakan bebannya menjadi besar jika semata menjadi tugas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan hitung-hitungan sementara, Said bilang, setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp 100 triliun untuk melancarkan program pemerintah ini.
"Makanya, kami minta kejelasan PLN. Wilayah-wilayah apa saja yang mereka akan garap dan apa saja yang mereka tidak masuki. Kalau pun sekarang mereka tidak tertarik, apakah ada kemungkinan di masa depan mereka berminat menggarap desa-desa ini? Semakin PLN berminat, maka semakin cepat pula Program Indonesia Terang bubar," tutur Said.
Jika kesepakatan tersebut selesai, pemerintah akan segera membuat peta wilayah kerja yang nantinya bisa diakses oleh seluruh pemangku kepentingan. Sembari menanti kepastian PLN, Said beserta timnya juga akan melakukan survei ke provinsi-provinsi di Indonesia timur.
"Dalam dua minggu ke depan, kita akan lakukan survei di Maluku, Papua, dan Papua Barat dan diharapkan selesai dalam waktu secepatnya. Jika sudah ada kesepakatan dengan PLN dan ini (survei) selesai, kami harapkan investor swasta bisa masuk tahun 2017 mendatang dan mulai beroperasi di tahun 2020," imbuh dia.
Menurut data yang dikantongi Kementerian ESDM, saat ini, terdapat 82.190 desa yang tidak berlistrik di Indonesia. Di antaranya, 2.519 desa tanpa listrik di mana PLN belum hadir. Program Indonesia Terang sendiri rencananya akan menyasar 12.569 desa sebagai wilayah prioritas.
(bir)