Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai, kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) akan lebih efektif kalau ada pengampunan atas tindakan kriminal yang terikat dengan aset (Wajib Pajak). Hal itu berkaca dari pengalaman negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan tax amnesty.
“Seandainya ada tax amnesty, kalau hanya tax evaders (penggelap pajak) yang ditarget, dan tidak ada pengampunan. Misalnya, untuk penghasilan atau aset yang diperoleh secara kriminal, seperti korupsi, terorisme, perdagangan narkoba, dan human trafficking, maka (tax amnesty) itu kurang begitu sukses,” ujar Gubernur BI Agus DW Martowardojo, di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (23/5).
Menggunakan data Global Financial Integrity: Illicit Financial Flows Report 2015, BI memperkirakan, nilai dana yang tak jelas sumbernya (illicit fund) asal indonesia yang ditaruh di luar negeri mencapai Rp3.147 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar 60 persen di antaranya atau Rp1.888 triliun diperkirakan berasal dari kegiatan penggelapan pajak (tax evasion). Sedangkan, 40 persen sisanya berasal dari korupsi, perdagangan narkotika, terorisme, dan perdagangan manusia.
Agus menyadari, penghapusan sanksi pidana bagi pemohon tax amnesty akan sulit diberikan. Upaya itu akan mendapatkan perlawanan dari aparat penegak hukum.
“Persoalan utamanya, apakah penegak hukum bersedia untuk menyatakan tindakan kriminal itu dimaafkan,” tegas dia.
Selain itu, lanjut Agus, fiskus juga akan mengalami kesulitan untuk membedakan asal aset yang dimohonkan pengampunannya oleh Wajib Pajak (WP).
“Pajak juga mempunyai disiplin susah membedakan uang yang illicit karena tax evasion atau karena tindakan kriminal,” imbuh Agus.
Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menegaskan, pengampunan pajak tidak akan menghapus sanksi pidana si pemohon.
“Yang pasti, (tax amnesty) ini tidak memaafkan atau menghilangkan pidana di luar pajak. (Tax amensty) ini hanya memaafkan pelanggaran di pajak, di luar itu harus berurusan dengan penegak hukum,” tegas Bambang.
Namun, Bambang menjamin, data aset pemohon pengampunan pajak tidak bisa digunakan untuk bukti penyidikan sesuai Undang-undang.
Pemerintah dan BI memiliki perbedaan dalam menghitung perkiraan tambahan penerimaan negara jika tax amnesty diimplementasikan. BI memperkirakan, tambahan penerimaan negara ada di kisaran Rp53,4 triliun. Sementara, pemerintah lebih optimis melihat potensi tambahan penerimaan di kisaran Rp165,4 triliun.
Meski demikian, kedua institusi sepakat pengampunan pajak akan memberikan kesempatan pada pemerintah untuk memperbaiki dan basis pajak dan mendorong perekonomian dari masuknya aset repatriasi.
(bir)