Tekan Risiko Stabilitas Keuangan, BI Andalkan Makroprudensial

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 30 Mei 2016 12:42 WIB
Kebijakan makroprudensial yang disiapkan BI, antara lain pelonggaran uang muka dan penerapan ketentuan modal penyangga.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardjojo mengatakan, otoritas moneter akan lebih mengandalkan kebijakan makroprudensial guna mengatasi dampak perlambatan ekonomi global dan domestik tahun lalu yang berlanjut pada kuartal I 2016. (REUTERS/Darren Whiteside).
Jakarta, CNN Indonesia --
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardjojo mengatakan, otoritas moneter akan lebih mengandalkan kebijakan makroprudensial guna mengatasi dampak perlambatan ekonomi global dan domestik tahun lalu yang berlanjut pada kuartal I 2016.
"Dalam konteks kebijakan makroprudensial, nantinya diarahkan untuk memperkuat pendalaman, likuiditas lembaga keuangan, sehingga mampu memfasilitasi intermediasi bank yang prudent (hati-hati) dan membiayai sektor-sektor produktif," ujarnya dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) di Bank Indonesia, Senin (30/5).
Sejumlah kebijakan makroprudensial yang dapat ditempuh, antara lain seperti pelonggaran rasio nilai kredit terhadap agunan (Loan to Value/LTV), penetapan batasan rasio pinjaman terhadap dana perbankan (Loan to Funding/LFR) dengan Giro Wajib Minimum (GWM), hingga penerapan ketentuan modal penyangga bank (Counter Cyclical Buffer/CCB) pada permodalan bank.
"Dalam pandangan kami, kebijakan tersebut cukup mampu meredam risiko stabilitas keuangan. Tetapi tentu akan kami kaji ulang secara berkelanjutan diiringi dengan pengawasan makroprudensial," kata Agus.
Mantan Menteri Keuangan itu memproyeksi, sistem keuangan dalam negeri masih akan dibayangi oleh risiko perlambatan pertumbuhan kredit, likuiditas dan kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) khususnya di sektor korporasi. 
Kuartal I 2016 lalu, ia bilang, sektor korporasi mencatatkan perlambatan kredit dan peningkatan NPL sebagai dampak perlambatan korporasi dan rendahnya daya beli masyarakat.
Hal ini berimbas pada peningkatan rasio modal perbankan terhadap pinjamannnya (Debt Equity Ratio/DER), dan merambat hingga beban korporasi dalam memenuhi kewajiban pajaknya. 
"Tetapi kami memiliki optimisme terhadap perekonomian ke depan yang didorong oleh ekpektasi dan ketersediaan lapangan kerja. Risiko kredit rumah tangga di perbankan masih baik seiring dengan NPL gross yang masih rendah," pungkasnya.


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(bir/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER