Pemerintah dan DPR Koreksi Turun Target Pertumbuhan Ekonomi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jun 2016 08:01 WIB
Pernghambat laju ekonomi Indonesia pada tahun ini antara lain pelemahan daya beli masyarakat, perlambatan ekonomi global, dan kejatuhan harga komoditas.
Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro (tengah) bersama anggota komisi XI DPR RI menandatangani naskah Undang-Undang Pencegahan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPSK), di gedung DPR RI, Kamis (17/3). (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan DPR menyepakati sejumlah asumsi makro ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN) 2016.

Target pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya diusulkan 5,3 persen dipangkas menjadi 5,1 persen karena mempertimbangkan perlambatan ekonomi global dan pelemahan harga komoditas dunia, terutamanya minyak mentah.

"Kami berpikir angka 5,1 persen bagi pemerintah adalah cukup masuk akal. Tentunya kami masih harus bekerja keras," tutur Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (7/6) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bambang mengakui, terjadi pelemahan daya beli masyarakat pada saat ini sehingga berptensi menurunkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi 5 persen dari target sebelumnya 5,1 persen.

Untuk investasi pemerintah, Menkeu optimistis tumbuh sekitar 6 persen meski anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) dipangkas. Menurutnya, pemangkasan anggaran tersebut hanya terjadi pada belanja operasional dan belanja non-prioritas sehingga tidak akan mengurangi daya stimulus fiskal.

Sementara terkait investasi swasta, Bambang melihat, kemungkinan masih akan tertahan kinerjanya, terutama di sektor infrastruktur, manufaktur dan jasa.

“Meskipun di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tetap ada pertumbuhan realisasi investasi tetapi pertumbuhannya memang tidak secepat yang diharapkan,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Selain itu, lanjutnya, pertumbuhan positif sektor ekspor dan impor tahun ini juga sulit tercapai mengingat laju ekonomi global melambat dan harga komoditas dunia masih tertekan.

“Pertumbuhan ekspor dan impor, kami harapkan bisa ke teritory positif tahun ini. Cuma melihat ekonomi global, China permintaan turun, kemudian ekonomi dunia sedang tidak bagus plus ekspor kita memang benar-benar terpukul karena tidak hanya harganya yang turun tapi juga permintaannya yang turun maka kami memang agak khawatir teritory positif ini agak sukar dicapai,” tambahnya.

Pemangkasan angka pertumbuhan tahun ini sesuai dengan usulan perkiraan mayoritas fraksi di Komisi XI, antara lain fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Keadilan Sejahtera. Angka ini dinilai anggota lebih realistis dalam mencerminkan kondisi perekonomian saat ini.

“Kami kira angka 5,1 persen untuk pertumbuhan ekonomi itu angka yang menurut kami lebih realistis dan menggambarkan kondisi perekonomian kita yang sebenarnya,” ujar Sarmuji, anggota Komisi XI dari fraksi Golkar.

Namun, Fraksi Partai Gerindra dan Nasional Demokrat (Nasdem) cenderung lebih pesimistis. Kedua fraksi tersebut meramalkan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini kemungkinan besar hanya bisa mencapai 5 persen.

Kardaya Warnika, wakil Fraksi Gerindra menyatakan, konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang ekonomi nasional mengalami tren penurunan sejak dua tahun lalu. Dia melihat kemungkinan untuk pulih signifikan pada tahun ini sangat kecil, tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2016 yang hanya  4,92 persen.

“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi untuk 2016 itu adalah pertumbuhan yang lalu ditambah yang akan datang, dirata-rata, jatuhnya adanya di 5%,” ujar Kardaya.

Lebih lanjut, pemerintah dan DPR sepakat untuk mempertahankan asumsi inflasi sebesar 4 persen, kurs rupiah senilai Rp13.500 per dolar AS, dan suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tenor 3 bulan tetap di level 5,5 persen. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER