Harga Minyak Rendah, Arab Saudi Pungut Pajak Minuman Bersoda

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jun 2016 13:49 WIB
Negara kaya minyak tersebut kini mulai memungut pajak dari minuman bersoda dan juga produk tembakau guna menggantikan penerimaan minyak yang menguap.
Negara kaya minyak Arab Saudi kini mulai memungut pajak dari minuman bersoda dan juga produk tembakau guna menggantikan penerimaan minyak yang menguap. (REUTERS/Faisal Al Nasse).
Jakarta, CNN Indonesia -- Arab Saudi mulai mencari pundi-pundi penerimaan negara yang baru, akibat harga minyak tidak juga melambung tinggi sampai pertengahan tahun ini. Negara kaya minyak tersebut kini mulai memungut pajak dari minuman manis bersoda dan juga produk tembakau guna menggantikan penerimaan minyak yang menguap.

Selain memungut pajak dari minuman manis bersoda dan tembakau, Penasehat Kerajaan sekaligus Direktur Riset Ekonomi Arab Saudi John Sfakianakis mengatakan bahwa pemerintah juga akan mengenakan pajak transportasi dan biaya bandara baru. 

Kerajaan Arab Saudi akan mengenakan pajak dengan besaran mulai dari 5 persen di kawasan Arab Saudi dan akan memberlakukan pajak yang sama di kawasan Teluk pada 2018 mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ini merupakan langkah serius yang diambil Arab Saudi dengan dua alasan mendasar, yakni meningkatkan pendapatan sektor non-minyak dan mengisi kas negara yang dihabiskan untuk gaji pemerintah,” ujar Sfakianakis, dikutip dari CNN Money, Rabu (8/6).

Sfakianakis menyebut pendapatan dari sektor non-minyak harus digenjot menyusul keterpurukan harga minyak mentah sampai US$50 per barel dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) dibanderol US$50,46 per barel untuk kontrak pengiriman Juli 2016. Sementara Brent, harga minyak mentah acuan Eropa dipatok US$51,48 per barel untuk kontrak pengiriman Agustus 2016.

Anjloknya harga minyak benar-benar membuat pemerintah Arab Saudi pusing, sebab 80 persen pendapatan negara tersebut selama ini berasal dari sektor minyak. Sfakianakis menyebut rendahnya harga minyak ini membuat Arab Saudi mengalami defisit anggaran mencapai US$100 miliar pada 2015.

Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Arab Saudi melambat dan terpuruk di level 1,2 persen pada 2016 dari level 3,4 persen pada 2015 lalu.

Selain mengambil kebijakan pengenaan pajak pada sektor baru, Arab Saudi juga berencana mengambil beberapa langkah penghematan. Seperti memangkas belanja gaji pegawai pemerintah yang berada di angka 45 persen menjadi 40 persen pada 2020, menciptakan 450 ribu lowongan pekerjaan di sektor swasta, memotong subsidi energi, menekan investor domestik, hingga menjual obligasi internasional. 

Sejumlah langkah ini diharapkan pemerintah Arab Saudi dapat mendatangkan sekitar US$15 miliar bagi kas negara. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER