Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menurunkan asumsi biaya operasi minyak dan gas bumi yang ditagihkan kepada negara (
cost recovery) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 (RAPBNP) menjadi sebesar US$8 miliar. Sebelumnya, dalam APBN 2016, asumsi
cost recovery tahun ini mencapai US$11 miliar.
Amien Sunaryadi, Ketua Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) menilai akan sulit untuk mencapai realisasi
cost recovery di bawah US$11 miliar tahun ini. Pasalnya, pemerintah mempertimbangkan berbagai komponen diantaranya biaya depresiasi, aktivitas produksi, dan biaya eksplorasi dan pengembangan di lapangan produksi.
Tahun lalu, realisasi lifting minyak tercatat 777,56 ribu barel per hari (bph) dari target 825 ribu bph. Realisasi
cost recovery-nya mencapai US$13,9 miliar dimana sekitar 50 persennya dialokasikan untuk biaya produksi, 22 persen untuk biaya eksplorasi dan pengembangan lapangan produksi, dan 13,7 persen untuk biaya depresiasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Besar
cost recovery akan sulit diturunkan karena menyangkut tingkat produksi kemudian ada biaya depresiasi yang sudah dijanjikan untuk diganti selama sekian tahun,” ujar Amien dalam rapat kerja dengan Banggar DPR di Gedung DPR, Rabu(15/6).
Sementara tahun ini pemerintah menargetkan lifting minyak naik dari realisasi tahun lalu hingga mencapai 820 ribu bph dan produksi gas bumi mencapai 1,15 juta setara minyak per hari dalam usulan RAPBNP 2016.
“Jika (produksi) dipaksakan, maka realisasi
cost recovery akan melebihi yang di APBN,” kata Amien.
Berdasarkan perhitungan SKK Migas, jika harga ICP diasumsikan US$40 per barel maka
cost recovery yang dibayarkan sebesar US$11,74 miliar. Sementara, jika ICP mencapai US$45 per barel maka
cost recovery mencapai US$11,93 miliar.
Ketua Banggar DPR Kahar Muzakar mengungkapkan pemangkasan alokasi
cost recovery tahun ini dilakukan untuk menjaga agar defisit anggaran tahun ini tetap terjaga di bawah 3 persen. Hal itu guna mengantisipasi jika penerimaan sebesar Rp165 triliun dari kebijakan pengampunan pajak tidak tercapai.
“Supaya defisit anggaran tidak melebihi tiga persen maka kami bersepakat menetapkan
cost recovery US$8 miliar,” ujar Kahar.
Selanjutnya, rapat antara pemerintah dan Banggar DPR akan dilanjutkan esok hari dengan agenda pemaparan dampak dari perubahan asumsi yang disepakati.
“Kami putuskan ini dan rapat diskorsing sampai besok pukul 10.00 WIB untuk dilanjutkan. Kami minta pemerintah berdasarkan putusan ini melakukan perhitungan berapa produksi dan pendapatannya,"ujar Kahar.
(gir)