Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat rerata produksi minyak mentah siap jual (
lifting) sepanjang tahun lalu hanya mencapai 777.560 barel per hari (bph). Atau hanya memenuhi 94,24 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBNP) 2015 di angka 825 ribu bph.
Sementara untuk rerata
lifting gas bumi 2015, tercatat berada di angka 6.933 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,9 persen dari yang ditargetkan di kisaran 7.079 MMSCFD.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan tak tercapainya target
lifting tahun lalu disebabkan oleh mundurnya rencana optimasi beberapa proyek strategis seperti Lapangan Banyu Urip yang dioperatori ExxonMobil Cepu Limited. Hingga pada
unplanned shutdown yang terjadi akibat permasalahan pengoperasian fasilitas produksi di beberapa lapangan, hingga gangguan sosial dan alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau digabung, sepanjang 2015 total
lifting migas hanya mencapai 2.045 ribu barel setara minyak per hari, atau 96,5 persen dari target APBNP," tutur Amien di kantornya, kemarin.
Mengutip data resmi SKK Migas yang dirilis awal Januari 2016, rerata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia
Crude Price (ICP) sepanjang 2015 tercatat berada di angka US$51,21 per barel atau 85,4 persen dari asumsi APBNP yang dipatok di kisaran US$60 per barel.
Sedangkan untuk harga gas, Amien bilang posisinya sedikit lebih baik lantaran bertengger di angka US$7,24 per juta
british thermal unit (MMBTU) atau 15,4 persen di atas target APBNP 22015 sebesar US$6,27 per MMBTU.
Besar Pasak dari TiangDengan realisasi tersebut, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor migas 2015 hanya menyentuh angka US$12,86 miliar atau 85,8 persen dibandingkan target PNBP migas tahun lalu yang ditargetkan mencapai US$14,99 miliar.
Sayangnya di saat penerimaan negara dari migas anjlok, biaya yang harus diganti pemerintah untuk eksplorasi dan produksi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) justru mencapai US$13,9 miliar, atau lebih besar US$1,04 miliar dari PNBP migas di tahun yang sama.
"Ini fakta yang harus dihadapi SKK Migas dan perusahaan migas yang ada di Indonesia seiring dengan melemahnya harga minyak mentah," imbuh Amien.
Seiring dengan rontoknya harga minyak mentah dunia, Amien bilang saat ini SKK Migas telah mengantongi sejumlah rencana strategis yang akan dilaksanakan dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Untuk jangka pendek, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mengungkapkan pihaknya akan mendorong para KKKS untuk menggeber upaya pengembangan sumur lanjutan atau
work over berikut usaha pemeliharan sumur yang sudah disahkan dalam
Work Program and Budgeting KKKS 2016.
Sedangkan untuk jangka menengah, regulator hulu migas tersebut akan mendorong sejumlah KKKS seperti Chevron Pacific Indonesia (CPI), Medco Internasional dan Pertamina melanjutkan upaya pengurasan sumur minyak tahap lanjut atau yang dikenal dengan
enhanced oil recovery (EOR), berikut meningkatkan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menyederhanakan perizinan khususnya demi menggenjot kegiatan eksplorasi.
"Kalau strategi jangka panjang diantaranya dengan meningkatkan resource dan reserve migas hingga meningkatkan governance atau tata kelola kegiatan hulu migas," cetusnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Pengendalian Perencanaan SKK Migas Gunawan mengakui bahwa saat ini proyek EOR yang telah meununjukkan hasil yang signifikan baru sebatas pengembangan Lapangan Minas yang dilakukan Chevron.
"Kalau Medco dan proyek Pertamina yang bekerjasama dengan Daqing belum signifikan hasilnya. Tapi akan dilanjutkan karena pilot project sudah dimulai sejak tahun lalu dan menunjukkan hasil," tambah Gunawan.
(gen)