Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) mengatakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait tagihan
cost recovery berlebihan yang dilakukan beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas merupakan audit yang belum tuntas.
Kepala Hubungan Masyarakat SKK Migas Elan Biantoro mengatakan temuan BPK tersebut masih bersifat indikasi, dan masih perlu ada konsolidasi antara BPK, KKKS, serta SKK Migas. Maka dari itu, ia juga sangat menyayangkan hasil audit BPK yang sudah keburu menjadi persepsi publik yang negatif.
"Jadi temuan itu kan masih
dispute, masih indikasi temuan dan sebetulnya auditnya belum final juga. Tapi seolah-olah ini malah dianggap masyarakat ada penggelembungan dana," jelas Elan ditemui di kantornya, kemarin malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah hasil audit itu keluar, tambahya, beberapa poin yang dianggap pembebanan
cost recovery berlebihan langsung dikeluarkan oleh BPK dan mengurangi indikasi temuan sebesar 10 persen dari angka semula, yaitu Rp4 triliun. Elan mengatakan, konsolidasi itu dilakukan segera setelah hasil audit itu keluar pekan lalu.
"Memang telah kami berikan penjelasan-penjelasan agar cara pandang auditor lebih lengkap. Setiap tahun memang seperti ini mekanisme kita. Apalagi sejak awal, apa saja yang bisa masuk
cost recovery sudah ada di kontrak," tambahnya.
Kalaupun ada pembebanan
cost recovery yang tak semestinya, Elan berujar nanti Pemerintah bisa memotong bagian produksi migas KKKS yang dimaksud pada periode berikutnya. Mekanisme ini, jelasnya, memang sudah diterapkan sejak dulu.
"Jadi kalau ada temuan, negara tidak otomatis akan dirugikan karena kan ada mekanisme pemotongan
lifting bagian KKKS di tahun berikutnya," tambah Elan.
Kendati demikian, sampai sejauh ini ia mengaku belum ada kekecewaan terkait audit tersebut dari KKKS bersangkutan. Ia berharap, setelah ini akan ada pertemuan tiga pihak antara BPK, KKKS, dan SKK Migas agar masalah tersebut cepat terselesaikan.
"Tidak ada reaksi dari KKKS, memang sekarang sedang mau mulai intensif ketemu saja. Kami kan baru dapat laporannya Kamis atau Jumat minggu kemarin kan, sebelumnya baru hanya dilaporkan di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," ujarnya.
Sebagai informasi, BPK melaporkan adanya tagihan
cost recovery yang tidak seharusnya dibebankan KKKS kepada Pemerintah di 7 Wilayah Kerja (WK) migas. Hal itu tercantum pada Ikhtisar Hasil Pelaporan Semester (IHPS) II yang dianggap menyebabkan potensi penerimaan negara berkurang Rp4 triliun, atau 50 persen dari potensi kekurangan penerimaan negara sebesar Rp8 triliun.
Ketujuh WK yang dimaksud adalah Blok South Natuna Sea “B” dan Blok Corridor yang digarap ConocoPhillips (Grissik) Ltd sebesar Rp2,23 triliun, Blok Rokan yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia sebesar Rp312,34 miliar, dan Blok Eks Pertamina yang dioperatori PT Pertamina EP senilai Rp365,62 miliar.
Selain itu ada pula Blok South East Sumatra yang digarap CNOOC SES Ltd sebesar Rp65,91 miliar, Blok Mahakam yang dikelola Total E &P Indonesie dan Inpex Corporation sebesar Rp936,29 miliar, dan Blok Natuna Sea A kelolaan Premier Oil Natuna Sea B.V sebesar Rp91,06 miliar.
(gen)