Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku kebingungan dalam menetapkan harga gas dari Lapangan Jambaran - Tiung Biru di blok Cepu lantaran harganya tidak sesuai dengan keinginan calon pembeli.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, revisi harga gas Jambaran - Tiung Biru harus dilakukan segera mengingat Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) belum ada yang dibuat kendati lapangan tersebut mulai
onstream pada 2019 mendatang.
Di samping itu, Pemerintah khawatir nantinya calon pembeli akan pergi yang pada akhirnya membuat sulit kegiatan eksploitasi lapangan ke depannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pabrik pupuk tidak kuat menyerap, untuk listrik juga tidak kuat menyerap. Industri juga tidak kuat. Jadi bagaimana yang sebaiknya kami lakukan terhadap Jambaran - Tiung Biru?" ujar Wiratmaja di Kementerian ESDM, Jumat (17/6).
Ia menjelaskan, saat ini harga gas Jambaran - Tiung Biru ditetapkan sebesar US$8 per MMBTU dengan eskalasi harga 2 persen per tahun. Memang harga itu terbilang mahal, namun itu pun bukan karena keinginan PT Pertamina EP Cepu sebagai operator, maupun Pemerintah.
Ia menjelaskan, gas dari Jambaran - Tiung Biru memiliki kadar gas beracun Hidrogen Sulfida (H2S) yang sangat tinggi, yaitu sekitar 34 persen. Untuk mengolah hal tersebut menjadi gas alam, dibutuhkan biaya yang cukup besar.
"Jambaran - Tiung Biru itu masalahnya kandungan H2S-nya tinggi, sehingga produksinya terbilang cukup mahal," katanya.
Kalau pun harga bagi industri pupuk dipaksa ditekan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016 Penetapan Harga Gas Bumi yang berisi instruksi penurunan harga gas bagi industri, Wiratmaja pesimistis itu juga bisa diserap oleh industri.
"Dengan delta (selisih harga) dikurangi itu pun belum kuat juga pupuk menyerapnya," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PEPC Ardiansyah mengatakan PJBG dengan PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) belum bisa dilakukan tanpa adanya kesepakatan harga, padahal seharusnya penandatanganan kontrak itu bisa dilakukan April lalu.
"Jadi kesepakatan harga gas tersebut belum ada karena kami menunggu gap antara harga yang diinginkan dengan harga kami bisa diisi oleh Pemerintah," jelasnya dua bulan lalu.
Sebagai informasi, Lapangan Jambaran - Tiung Baru rencananya bisa memproduksi gas sebesar 185 MMSCFD. Rencananya, PKC akan mendapat alokasi sebesar 85 MMSCFD atau 45,94 persen dari total produksi lapangan tersebut. Sedangkan sisa 100 MMSCFD akan disalurkan bagi PT Pertamina (Persero) yang digunakan untuk memasok pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) di Jawa Tengah.
(gen)