Pedagang Gas Alam Kecewa Margin Harga Diatur Pemerintah

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 26 Mei 2016 18:45 WIB
Pembatasan margin dinilai menjadi ancaman karena mengurangi kesempatan perusahaan niaga gas mendapatkan keuntungan di tengah penjualan yang minim.
Pembatasan margin dinilai menjadi ancaman karena mengurangi kesempatan perusahaan niaga gas untuk mendapatkan keuntungan di tengah penjualan yang minim. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru).
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Natural Gas Trader (INGTA) menolak pengaturan margin gas di dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi

Ketua INGTA Subran Jamil Amperawan mengatakan pembatasan margin ini menjadi ancaman karena mengurangi kesempatan pengusahaan niaga gas untuk mendapatkan keuntungan.

Ia beralasan, tanpa diatur marginnya pun sebetulnya profitabilitas usaha niaga gas sudah terganggu. Ia menyalahkan penyerapan gas bagi industri yang minim akibat rendahnya permintaan barang-barang hasil produksi dalam negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami jual dengan harga segini saja tidak laku kok. Memang ini kan akibat dari industrinya saja yang lemah karena permintaan output-nya lemah, padahal kan kalau industrinya kuat mereka bisa saja beli gas tanpa ada pengaturan margin," jelas Subran di di sela-sela Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex 2016, di Jakarta (26/5).

Ia mengatakan, sebetulnya asosiasi sudah senang menyambut Perpres penurunan harga gas bagi industri karena itu berpotensi meningkatkan penyerapan dari pengusahaan niaga gas. Pasalnya, penyerapan gas oleh industri menurun sebesar 20 hingga 30 persen sepanjang tahun 2015 lalu.

"Maksudnya dengan Perpres itu kami harap industri bisa menyerap lebih banyak gas. Industri dapat harga yang murah, idle capacity kami juga bisa berkurang. Nah kami sih inginnya margin kami bisa bertambah dari adanya tambahan penyerapannya itu," ujarnya.

Kebijakan Sia-sia

Ia menyadari, Perpres tersebut sebetulnya memiliki maksud baik yang ditujukan untuk kebaikan semua pelaku usaha hulu gas, perantara, hingga pengguna akhir. Namun menurutnya, hal ini akan menjadi sia-sia jika kebijakan pembatasan margin itu dilakukan.

Apalagi menurutnya, kenaikan penyerapan gas oleh industri ini tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat karena masih banyaknya peraturan turunan yang diperlukan dan diperlukannya waktu penyesuaian yang perlu dilakukan oleh industri pengguna. Keuntungan pengusahaan niaga gas, menurutnya, diibaratkan seperti bunga yang layu sebelum berkembang.

"Sebetulnya margin kami tidak terpengaruh ketika Perpres gas itu berlaku. Tapi kalau jadi ada pembatasan margin, ya kami tak terima dong. Ini kan bukan masalah di kami, kami kan hanya menyalurkan bahan bakar. Masalah utamanya kan di permintaan industrinya," tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan Program Migas, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi memastikan harga maksimal gas sebesar US$6 per MMBTU tidak hanya berlaku di hulu namun juga menjangkau langsung ke pelaku industri. Mengacu pada pasal 3 beleid tersebut, menurutnya pengusahaan niaga gas juga harus mengikuti ketentuan itu.

Bahkan, Pemerintah mengancam akan membekukan izin usaha niaga gas jika ada perusahaan niaga gas yang tidak mematuhi kebijakan tersebut.

"Di salah satu pasalnya disebutkan,bahwa pengurangan ini wajib di pass through ke pelanggan. Kalau masih ada badan niaga gas yang tidak mengikuti, izinnya bisa kami bekukan. Kalau urusan perdatanya ya tinggal nanti ada hitung-hitungannya," jelas Agus ditemui di Kementerian ESDM, Jumat pekan lalu. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER