Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menyisihkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun lalu sebesar Rp23,5 triliun untuk menambal sebagian defisit yang membengkak, dari 2,15 persen menjadi 2,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sejalan dengan itu, target penerbitan obligasi negara ditambah sebesar Rp37,3 triliun menjadi Rp364,5 triliun.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, defisit fiskal dianggarkan sebesar Rp Rp273,2 triliun atau 2,15 persen PDB. Sejalan dengan perkembangan ekonomi makro, pemerintah mengajukan Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP) ke DPR, dengan mengusulkan pelebaran defisit menjadi Rp313,3 triliun atau 2,48 persen PDB.
Untuk menambal selisih kurang sebesar Rp40,1 triliun, pemerintah berencana menambah utang sebesar Rp21,2 triliun dan menggunakan SAL sebesar Rp19,01 triliun. Kendati demikian, target penerbitan surat berharga negara (SBN) ditambah Rp57,75 triliun menjadi Rp384,98 triliun, dari rencana awal Rp327,2 triliun di APBN 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dalam pembahasan terakhir dengan Badan Anggaran DPR, disepakati pelebaran defisit tahun ini menjadi Rp296,7 triliun atau 2,35 persen PDB, sehingga terdapat selisih kurang sebesar Rp23,5 triliun.
“Kalau kita bisa defisit 2,35 persen maka kami tidak perlu menambah penerbitan Surat Berharga Negara, tetapi cukup dengan SAL atau excess kas yang berasal dari tahun lalu ,” ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (22/6).
Menkeu menjelaskan, potensi pelebaran defisit bisa ditekan setelah pemerintah mengkalkulasi ulang sejumlah pos pembiayaan dan belanja negara. Untuk menambal defisit anggaran sebesar Rp23,5 triliun, ia mengatakan target penerbitan SBN dipangkas Rp16,6 triliun dari usulan sebelumnya Rp394,98 triliun.
Dengan demikian, lanjutnya, rencana penerbitan SBN tahun ini menjadi sebesar Rp364,5 triliun atau ditambah Rp37,3 triliun dari target semula di APBN Rp327,2 triliun.
"Sebagai akibat penurunan SBN tersebut, (pembayaran) bunga utang akan berkurang sekitar Rp500 miliar," ujarnya.
(ags/gen)