Moody's Apresiasi Kebijakan Tax Amnesty Jokowi

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Jumat, 01 Jul 2016 17:12 WIB
Namun, Moody's masih mempertanyakan perbaikan kualitas penyerapan anggaran belanja negara dalam menstimulus perekonomian.
Petugas melayani warga yang membayar pajak di KPP Pratama, Yogyakarta, Kamis (19/11). Lembaga pemeringkat kredit, Moody's Investors Service, mengapresiasi komitmen pemerintahan Joko Widodo dalam melakukan reformasi perpajakan menyusul diluncurkannya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pemeringkat kredit, Moody's Investors Service, mengapresiasi komitmen pemerintahan Joko Widodo dalam melakukan reformasi perpajakan menyusul diluncurkannya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Kebijakan ini diharapkan berdampak positif terhadap penerimaan negara dan menjadi sinyal positif  dari perbaikan peringkat kredit Indonesia di masa mendatang.

Dalam risetnya, yang dirilis Jumat (1/6), Moody's menilai tax amnesty merupakan langkah signifikan pertama dari Pemerintahan Joko Widodo dalam merespon dampak anjloknya harga minyak mentah terhadap penurunan penerimaan negara.

Namun, Moody's  masih belum bisa memperkirakan kualitas penyerapan anggaran belanja negara dalam menstimulus perekonomian, mengingat kondisi global masih tidak menentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pendapatan (pajak) pemerintah yang lemah merupakan kendala utama pada kekuatan fiskal Indonesia dan profil kredit sovereign secara keseluruhan," tulis Moody's.

Dengan rasio 13 persen dari PDB pada tahun lalu, Moody's menyatakan pendapatan pemerintah Indonesia merupakan yang terendah di antara negara-negara layak investasi (investment grade). Total pendapatan pemerintah Indonesia pada 2015 turun sebesar 1,7 persen secara proporsional terhadap PDB, yang sebagian besar karena menyusut penerimaan negara dari sektor minyak dan gas.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, dari total 255 juta penduduk Indonesia hanya sekitar 27 juta yang terdaftar sebagai wajib pajak. Dari total wajib pajak tersebut, hanya sekitar 10 juta orang yang patuh membayar penuh pajak penghasilan (PPh) setiap tahunnya.

"Sementara pemerintah mengakui bahwa penggelapan pajak merupakan kendala utama untuk meningkatkan pendapatan," tutur Moody's.

Pemerintah memperkirakan kebijakan amnesti pajak berpotensi menampah pendapatan sekitar Rp165 triliun, setara dengan US$12,5 miliar atau 1,3 persen dari PDB pada akhir 2016. Hal ini diyakini akan memberikan fleksibilitas lebih besar bagi pemerintah untuk memperluas cakupan pengeluaran fiskal, tanpa melanggar batas maksimal defisit 3 persen dari PDB.

Sebelumnya pada 2015, defisit APBN Indonesia melebar menjadi 2,5 persen PDB dari 2,1 persen PDB pada tahun sebelumnya. Sementara itu, ekonomi hanya tumbuh 4,8 persen, yang merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi paling lambat sejak krisis keuangan global.

Bersamaan dengan disahkannya Undnag-Undang Pengampunan Pajak, pemerintah dan DPR juga menyepakati revisi postus APBN 2016. Salah satu poinnya adalah, defisit fiskal disepakati naik dari 2,15 persen PDB menjadi 2,35 persen PDB.

Pelebaran defisit tersebut memperhitungkan perubahan asumi harga minyak mentah Indonesia (ICP), yang turun dari US$50 per barel menjadi US$40 per barel. Untuk mengurangi potensi pembengkakan defisit, pemerintah mengimbanginya dengan memotong besaran subsidi solar menjadi Rp500 per liter terhitung mulai 1 Juli 2016, dari sebelumnya Rp1000 per liter.

Selain bisa meningkatkan pendapatan, Moody's meyakini kebijakan tax amnesty akan memicu arus masuk darna repatriasi. Fenomena itu diharapkan membantu melindungi Indonesia dari tekanan eksternal.

Sebelumnya pada awal tahun, Moody's kembali menempatkan Indonesia sebagai negara layak investasi (investment grade) dengan rating Baa3 atau stable outlook.

Moody's menilai para pengambil kebijakan sejauh ini efektif dalam mengelola risiko sehingga membuat kondisi ekonomi stabil. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER