Jakarta, CNN Indonesia -- Tudingan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bahwa manajemen PT PLN (Persero) tidak pernah menjalankan instruksi pemerintah sehingga menghambat pengembangan megaproyek 35 ribu Megawatt (MW), ditepis oleh Serikat Pekerja (SP) PLN. Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda justru melancarkan serangan balik dengan mengatakan Sudirman memiliki agenda swastanisasi sektor ketenagalistrikan yang melemahkan peran PLN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) dalam setiap kebijakannya.
Jumadis mencatat, setidaknya ada enam kebijakan mantan bos PT Pindad (Persero) yang dinilainya merupakan bentuk swastanisasi dan keberpihakan kepada perusahaan privat:
1. Upaya pemecahan ketenagalistrikan di enam Provinsi di Indonesia Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Program pembangunan pembangkit 35 ribu MW yang melebihi kapasitas yang dibutuhkan dan kecenderungan seluruhnya diserahkan kepada swasta.
3. Intervensi perubahan RUPTL terutama upaya memperkecil porsi PLN dalam pembangunan pembangkit 35 ribu MW.
4. Harga beli energi listrik (kWh) dari IPP PLTMH yang harus dibeli PLN kelewat mahal sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2015.
“Harganya bahkan lebih mahal dari harga jual PLN kepada masyarakat,” kata Jumadis dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (24/7).
5. Menteri ESDM mempertanyakan pembatalan pelelangan dan pengambil alihan pembangunan PLTU Jawa 5 oleh PLN untuk kepentingan sistem kelistrikan yang lebih baik di pulau Jawa.
6. PLN diinstruksikan untuk tidak membangun pembangkit listrik untuk program 35 ribu MW. Melainkan PLN diminta membeli kWh saja dari swasta.
“Oleh sebab itu kami SP PLN yang sehari-hari bergelut mengoperasikan kelistrikan mengecam upaya dan pernyataan Menteri ESDM untuk menjadikan kelistrikan bangsa ini semakin terpuruk dan kerdil serta lebih mengedepankan kepentingan perusahaan swasta, membuat tarif listrik lebih mahal dan tidak stabil sehingga berdampak terganggunya ekonomi yang menyengsarakan seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.
(gen)