Serikat Pekerja PLN Lindungi Dirut dari Serangan Menteri ESDM

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Minggu, 24 Jul 2016 14:16 WIB
Serikat Pekerja (SP) PLN membela Direktur Utama PLN Sofyan Basir dari sentilan Menteri ESDM Sudirman Said pada Jumat (22/7) lalu.
Serikat Pekerja (SP) PLN membela Direktur Utama PLN Sofyan Basir dari sentilan Menteri ESDM Sudirman Said pada Jumat (22/7) lalu. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja).
Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat Pekerja (SP) PT PLN (Persero) membela Direktur Utama PLN Sofyan Basir dari sentilan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pada Jumat (22/7) lalu.

Ketua Umum (Ketum) SP PLN Jumadis Abda menilai, Sofyan dalam posisi yang benar karena tidak mengikuti kebijakan Menteri ESDM yang keliru terhadap program ketenagalistrikan nasional.

“Kami memiliki kewajiban moral untuk mengingatkan dan mengoreksi kebijakan yang keliru. Kalau salah melangkah, termasuk adanya unsur kepentingan tertentu dalam penentuan arah kelistrikan ini, maka dampak kerugiannya bukan saja dirasakan PLN tetapi juga oleh negara,” kata Jumadis, Minggu (24/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai, sebagai badan usaha milik negara sudah sepantasnya PLN menguasai sumber ketenagalistrikan yang penting bagi hidup banyak orang sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945. Namun, ia menyayangkan Menteri ESDM justru ingin mengerdilkan peran PLN terutama di proyek pembangkit yang memberikan keuntungan yang lebih baik.

“Pembangunannya dan kepemilikan asetnya justru diserahkan kepada perusahaan perseorangan privat atau swasta. Lantas perusahaan Negara disuruh membeli dengan sistem take or pay. Mau ambil atau tidak diambil, energi listrik yang dihasilkan pembangkit swasta itu maka PLN harus bayar,” katanya.

Meski tidak menyebut secara spesifik proyek yang dimaksud, Jumadis menyebut PLN berpotensi merugi Rp140 triliun per tahun setelah proyek pembangkit tersebut selesai dibangun.

Sebelumnya Menteri ESDM Sudirman Said mengingatkan manajemen PLN untuk tidak melawan instruksi pemerintah terkait kebijakan ketenagalistrikan.

Sudirman beralasan, selama ini banyak sekali program ketenagalistrikan yang tidak jalan akibat tidak sinkronnya kebijakan pemerintah dan tindakan PLN. Bahkan karena hal itu, ia mengaku sudah tidak tahan lagi dengan sikap PLN. Karena menurutnya, seluruh kebijakan instansinya selama ini selalu melibatkan PLN, sehingga tak ada alasan BUMN itu tidak mengikuti kebijakan Pemerintah.

"Hari ini saya bicara keras, saya minta PLN untuk tidak mengonteskan kebijakan publik. Hentikan kebiasaan tersebut karena tidak ada satupun Peraturan Menteri yang disusun tanpa melibatkan PLN. Listrik itu bukan urusan kehebatan, tapi urusan teknis," jelas Sudirman, Jumat (22/7).

Ia melanjutkan, selama ini instansinya sudah meminta bicara baik-baik dengan PLN terkait ketidaksesuaian langkah tersebut. Namun menurut Sudirman, permintaan itu tidak pernah diindahkan jajaran direksi PLN.

"Yang sering itu acara kami yang undang, Direksi PLN tidak perbah datang. Penyebab listrik memang sulit (dibangun) itu karena pelaku pimpinannya. Saya sengaja terbuka karena selama ini sudah menahan diri," jelas Sudirman.

Sebelumnya, Sudirman pernah mengungkapkan empat kasus di mana yang kedua instansi tersebut tidak satu suara. Ia mengatakan, kondisi tersebut kadang membuat investor menjadi ragu dengan keseriusan pemerintah dalam menjalankan program 35 ribu megawatt (MW).

Ketidakcocokan yang pertama, ujar Sudirman, adalah tidak dipatuhinya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 1 tahun 2015 dan Permen ESDM Nomor 3 tahun 2015 yang mengatur harga pembelian kelebihan tenaga (excess power).

Menurutnya, PLN malah menerbitkan pedoman pembelian excess power tersendiri berdasarkan Harga Pembelian Sendiri (HPS), yang dituding Sudirman malah membuat bisnis listrik tidak menarik.

Selain itu, ia juga menyayangkan implementasi tarif Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) oleh PLN yang tidak sesuai dengan Permen ESDM Nomor 19 tahun 2015.

Menurut Permen tersebut, tarif beli listrik PLTMH seharusnya seharga US$0,09 hingga US$0,12 per kilowatt-hour (KWh), namun nyatanya PLN malah menerbitkan surat edaran yang menyatakan tarif beli listrik PLN sebesar US$0,07 sampai US$0,08 per kWh.

Ia juga menyebut, PLN tidak mau melepaskan wilayah usahanya meski pengembangan listrik PLN tidak akan masuk ke dalamnya. Padahal sebelumnya, instansinya sudah menerbitkan Permen ESDM Nomor 28 tahun 2002 yang memperbolehkan badan usaha lain masuk untuk mengganti peran PLN di wilayah yang belum terlistriki.

Yang terakhir, dan menurut Sudirman paling krusial, adalah tidak dipatuhinya penyederhanaan tender Independent Power Producer (IPP) melalui Permen ESDM Nomor 3 tahun 2015. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER