Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) meragukan target penerimaan repatriasi aset dari pengampunan pajak (tax amnesty) ke kas penerimaan negara yang sebesar Rp165 triliun bakal tercapai. Pasalnya, BI menilai, target tersebut dipatok dari estimasi pemerintah yang sebesar Rp1.000 triliun.
Persoalannya, Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI memprediksi, realisasi penyerapan dana repatriasi hanya akan berkisar Rp560 triliun. Ini tentu akan membuat penerimaan pajak melorot dari target awal.
"Kalau target Rp165 triliun itu tidak tercapai, maka pemerintah harus melakukan pemotongan anggaran atau belanja yang akan berdampak juga ke perbankan untuk penyaluran kredit," ujarnya, Senin (25/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BI sendiri, kata Juda, telah menyiapkan berbagai instrumen investasi untuk menyerap dana repatriasi tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari pelemahan nilai tukar rupiah akibat arus dana asing yang kelewat banyak di dalam negeri (capital inflow).
Permasalahannya, lanjut dia, berkaca pada pengalaman tahun 2011 silam, ketika capital inflow nilai tukar rupiah anjlok lantaran dana asing banyak bertumpuk di pasar properti dan aset lainnya, bukan tersalur pada sektor riil.
"Dengan penguatan strategi terhadap pengelolaan cadangan devisa, operasi moneter, menambah hedging instrumen dan outlet investasi di pasar keuangan, serta kebijakan mikro untuk mendorong kredit," tutur Juda.
Senada dengan Juda, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Anton Gunawan menilai dana repatriasi tax amnesty tidak akan mencapai target. Pasalnya, efisiensi dari tax amnesty hanya sebatas mengungkap aset yang dimiliki wajib pajak (WP) di dalam atau luar negeri saja.
Namun, tidak menjamin WP menyimpan uangnya di Indonesia, sehingga target Rp1.000 triliun sulit tercapai. "Memang ada isu bahwa mereka (WP) cenderung deklarasi terlebih dahulu untuk menghindari repatriasi. Tapi kemudian, kekayaannya tidak serta merta disimpan di Indonesia," ungkap Anton pada kesempatan yang sama.
Anton juga mengingatkan, agar pemerintah serta lembaga tax amnesty benar-benar melakukan pemantauan terhadap dana tax amnesty yang tersimpan di berbagai instrumen.
"Di tahan tiga tahun, tapi bisa pindah instrumen. Jadi, pemerintah mesti hati-hati karena bisa saja terjadi dan dana akan pergi lagi," katanya.
Ia mencontohkan, hal ini bisa saja terjadi pada instumen deposito yang bisa saja digunakan sebagai kredit ke luar negeri yang membuat dana keluar lagi ke luar Indonesia.
(bir)