The Fed Bersedia Tampung Aspirasi Bank Sentral Negara Lain

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 01 Agu 2016 11:20 WIB
Kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat selama bertahun-tahun telah memberikan ketidakpastian bagi pasar keuangan dunia, terutama di negara berkembang.
Bank Indonesia dan The Federal Reserve New York menggelar seminar gabungan dengan tema Managingg Stability and Growth Under Economic and Monetary Divergence di Sofitel Nusa Dua, Bali, Senin (1/8). (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari).
Bali, CNN Indonesia -- Ekonomi dunia dalam beberapa waktu ke depan diproyeksi masih dibayangi tren perlambatan pertumbuhan ekonomi. Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan risiko tersebut diperparah oleh situasi geopolitik dan sosial di beberapa negara yang berpeluang memberikan dampak negatif bagi perekonomian dunia.

“Kami mengikuti selama beberapa tahun ini ekonomi dunia terus mengalami kondisi yang lemah, walapun ada perbaikan tapi tidak seperti yang diharapkan," ujar Agus dalam seminar gabungan dengan The Federal Reserve Bank of New York di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8).

Agus menggambarkan isu normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) selama bertahun-tahun telah memberikan ketidakpastian bagi pasar keuangan dunia. Bank Sentral Amerika atau The Federal Reserve secara bertahap menaikkan suku bunga acuannya atau yang biasa disebut dengan pengetatan kebijakan moneter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut berseberangan dengan kebijakan Bank Sentral Eropa dan Jepang yang ingin melakukan pelonggaran kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga acuan hingga menyentuh level negatif.

Ketidakcocokan kebijakan moneter tersebut turut memberi ketidakpastian bagi negara-negara ekonomi berkembang (emerging market). Pasalnya, saat ini ekonomi negara emerging market berkiblat pada perekonomian negara maju.

Pergeseran fundamental ekonomi China dari orientasi produktif menjadi lebih konsumtif juga turut memukul angka ekspor negara-negara mitra dagang negeri Tirai Bambu.

Yang teranyar, keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa (Brexit) juga menambah komplikasi lain dalam prospek ekonomi yang sudah suram belakangan ini.

Kebijakan ekonomi dan moneter yang diambil oleh beberapa negara besar tersebut telah memberikan risiko bagi negara emerging market, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, menurut Agus, perlu adanya koordinasi antara pengambil kebijakan dari sejumlah negara yang memiliki andil kuat dalam perekonomian dunia.

Isu tersebut menjadi topik utama dalam pertemuan Gubernur Bank Sentral seluruh Asia Pasifik atau Executive Meeting of Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Governors' Meeting 2016 yang digelar mulai hari ini di Nusa Dua, Bali.

"Sekarang, di era baru ketidakpastian politik, tampaknya ada hubungan yang kuat antara ketidakpastian politik dan kepercayaan pasar. Oleh karena itu, dalam episode baru ini, selain menangani kerentanan, kita perlu juga untuk memperkuat dasar-dasar sistem keuangan global," ujarnya.

Jika tidak, Mantan Menteri Keuangan khawatir akan ada kemungkinan negara-negara di dunia terjebak dalam lingkaran setan. Di mana ketidakpastian akan kebijakan secara perlahan akan menggerus kepercayaan pasar dan mengikis pertumbuhan ekonomi.

Dengarkan Negara Lain

Senada dengan Agus, President of Federal Reserve Bank Of New York William C. Dudley mengatakan kebijakan moneter tidak selamanya bersifat statis. Kebijakan moneter harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan perekonomian terkini.

Dudley menyadari saat ini kebijakan moneter yang ditempuh The Fed menjadi pusat perhatian dalam kerangka ekonomi dunia. Untuk itu, ia mengatakan The Fed akan mempertimbangkan secara ekspansif ekosistem ekonomi global sebelum membuat kebijakan.

"Kami tahu pengambilan kebijakan moneter harus dilakukan secara tepat, oleh sebab itu kami membuka kesempatan berkomunikasi secara jelas dan konsisten dengan siapapun," jelas Dudley. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER