Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai ketidakpastian menjadi penyebab masih rendahnya jumlah peserta program program pengampunan pajak (tax amnesty) dan harta tambahan yang dilaporkan.
"(Wajib Pajak) masih wait and see karena masih ada ketidakpastian di beberapa hal," tutur Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/8).
Menurut Yustinus, ketidakpastian itu muncul karena aturan teknis pelaksanaan program yang rumit dan belum seragam di lapangan. Akibatnya, pemasukan negara dari uang tebusan program pengampunan pajak hingga akhir bulan lalu masih seret.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, per 31 Juli 2016, uang tebusan yang masuk ke kas negara baru mencapai Rp84,46 miliar dari target Rp165 triliun. Uang tebusan itu berasal dari 344 pemohon tax amnesty dengan total harta yang dilaporkan mencapai Rp3,77 triliun.
Yustinus menilai, capaian bulan lalu belum bisa dijadikan patokan keberhasilan program yang berlaku hingga 31 Maret 2017 ini. Baginya, indikator keberhasilan program baru bisa terlihat saat periode tarif tebusan pertama berakhir, yaitu 30 September 2016.
Selama periode tersebut, tarif tebusan tax amnesty merupakan yang terendah, baik untuk aset deklarasi luar negeri, empat persen dari total aset tambahan yang dilaporkan, maupun repatriasi ke dalam negeri yaitu sebesar dua persen.
"Kritikal di periode I karena (tarif tebusan) murah maka harus maksimal," imbuh dia.
Sebagai informasi, pemerintah saat ini masih menyusun aturan teknis terkait perpidahan aset repatriasi antar instrumen investasi, baik antar instrumen investasi portofolio maupun investasi langsung sektor riil. Rencananya, pemerintah akan menerbitkan aturan teknis itu minggu ini.
(bir)