Jakarta, CNN Indonesia -- Bank DBS Indonesia ditetapkan sebagai satu dari 77 bank persepsi yang dipercaya pemerintah menampung dana repatriasi hasil kebijakan pengampunan pajak. Manajemen bank asal Singapura itu berjanji akan melaporkan segala transaksi yang dilakukan nasabah pemilik dana repatriasi tersebut kepada pemerintah, termasuk yang berupaya menarik lagi dananya keluar Indonesia.
Head of Treasury and Markets DBS Wiwig Wahyu Santoso menjelaskan, sebagai bank asing yang beroperasi di Indonesia, perusahaan tempatnya bekerja akan mematuhi segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan program pengampunan pajak.
“DBS akan memastikan agar dana repatriasi hasil amnesti pajak tidak ke luar dari Indonesia dengan melaporkan berbagai informasi kepada Kementerian Keuangan dan OJK,” ujar Wiwig, Selasa (9/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiwig menuturkan, DBS tidak akan ragu melaporkan permintaan pembuatan atau perubahan rekening khusus yang digunakan nasabah untuk menempatkan dana repatriasi tersebut kepada pemerintah.
“Secara berkala, kami akan melaporkan apa yang harus kami laporkan sesuai Undang-Undang dan Peraturan Menteri Keuangan,” tegasnya.
Baca juga:
Pemerintah Libatkan 77 Bank Persepsi Tax AmnestyMeski tidak menyebut berapa target dana repatriasi yang ingin dikelola DBS, Wiwig mengaku telah menyiapkan beberapa produk perbankan yang bisa dipilih para nasabah untuk menampung dana repatriasi tersebut.
“Kami akan membantu pemerintah melakukan sosialisasi kepada nasabah seperti yang dilakukan hari ini di Jakarta, dilanjutkan ke Medan, Bandung, Surabaya, dan Semarang. Dari sisi produk, DBS mampu menyediakan yang dibutuhkan nasabah,” jelasnya.
Butuh KepastianSementara Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengingatkan agar pemerintah mampu memberikan jaminan bagi wajib pajak (WP) setelah program amnesti selesai.
"Saya melihat wajib pajak masih butuh kepastian, apabila mereka ikut
tax amnesty maka dijamin ke depannya tidak akan diapa-apakan," kata Yustinus.
Ia menilai, sampai saat ini masih ada keraguan dari para WP untuk ikut program pengampunan pajak karena khawatir Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menjadikan data harta kekayaan yang dilaporkannya kali ini sebagai dasar penyidikan di masa depan.
Selain itu, Yustinus melihat produk hukum yang dihasilkan untuk mengakomodir kebijakan pengampunan pajak masih belum menjawab pertanyaan dari WP.
“Misalnya, kalau WNI telah lama bekerja di luar negeri apakah asetnya harus ikut
tax amnesty? Lalu apakah warisan perlu dilaporkan? Hal ini belum dijelaskan dengan baik oleh pemerintah,” ungkapnya.
(gen)