Menteri ESDM: Investasi Onshore Masela Bisa Dihemat US$4,5 M

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 15 Agu 2016 17:40 WIB
SKK Migas menyebut investasi pembangunan kilang LNG Masela secara onshore mencapai US$19,3 miliar, lebih mahal dibandingkan di offshore US$14,8 miliar.
Menteri ESDM Archandra Tahar saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) bersama sejumlah pejabat PLN di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Sabtu, 6 Agustus 2016. (CNn Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar memperkirakan potensi belanja modal pembangunan fasilitas Liquified Natural Gas (LNG) blok Masela di darat (onshore) bisa lebih murah dari perhitungan awal US$19,3 miliar.

Dia mengaku sudah mendapatkan data dari Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Masela, Inpex Corporation, terkait rincian investasi yang bisa ditekan. Namun menurutnya, data yang diberikan masih data dasar dan belum membicarakan proses teknik (engineering), seperti Front End Engineering Design (FEED).

"Masela insya Allah bisa ditekan angka investasinya. Dengan data yang saya terima dua minggu lalu setelah meeting dengan Inpex, capex (belanja modal) significantly bisa turun," tutur Arcandra ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin (15/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sayangnya, ia enggan menyebut angka pengurangan investasi yang dimaksud. Kendati demikian, potensi penghematan belanja modal ini tidak berhubungan dengan tarif jasa migas yang turun akibat penurunan harga minyak dunia.

Lebih lanjut ia mengatakan, Kementerian ESDM memiliki target untuk setidaknya bisa menekan investasi kilang LNG skema onshore dengan angka yang sama seperti skema offshore. Artinya, Kementerian ESDM masih melihat peluang penghematan investasi Masela hingga US$4,5 miliar.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) menyebut pembangunan kilang LNG Masela secara onshore bisa memakan biaya US$19,3 miliar. Di sisi lain, investasi kilang LNG Masela dengan skema offshore menelan dana US$14,8 miliar.

"Turunnya investasi bukan karena harga minyak, karena kan harga minyak itu hubungannya dengan revenue. Ini karena capex-nya saja, bisa menurun sangat banyak. Target kita di tim agar ini sama seperti usulan untuk offshore," lanjutnya.

Karenanya, ia meminta Inpex untuk segera menyerahkan revisi rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) blok Masela agar bisa diteliti efisiensi belanja modal yang lebih detil. Selain itu, percepatan penyerahan revisi PoD ini diperlukan karrena Kementerian ESDM berharap keputusan investasi final (Final Investment Decision/FID) fasilitas LNG Masela bisa dicapai di tahun 2018.

"Termasuk kami juga bicarakan masalah insentifnya. Untuk menangani hal itu, ada tim yang bekerja secepatnya sejak minggu kemarin. Kalau tidak ada tim percepatan, ya tidak bisa FID tahun 2018. Apakah FID bisa tahun 2018, insya Allah," tutup Arcandra.

Sebagai informasi, Inpex mulai mengelola blok Masela pada 1998, sejak ditandatangani kesepakatan bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dengan jangka waktu 30 tahun. Setelah itu, PoD pertama blok Masela ditandatangani Pemerintah pada 2010.


Kemudian pada 2014, Inpex bersama mitranya di blok Masela, Shell Upstream Overseas Services Ltd merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 TCF ke angka 10,73 TCF.

Dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA. Jika rampung, pembangunan ini digadang akan menjadi proyek fasilitas LNG terbesar di dunia.

Namun pada Maret lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan Blok Masela dilakukan secara onshore karena dinilai memiliki dampak yang lebih besar bagi masyarakat. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER