Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pengamat ekonomi menilai Presiden Joko Widodo kini lebih realistis dalam menetapkan target asumsi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Sejumlah pos asumsi yang dibuat Jokowi dan para pembantunya dinilai mencerminkan kondisi perekonomian yang saat ini tengah terjadi.
Eric Alexander Sugandi, Ekonom Senior Kenta Institute, mengatakan langkah yang diambil Jokowi mengindikasikan pemerintah lebih berhati-hati dalam mengarungi tahun depan. Target penerimaan perpajakan pun dipangkas turun Rp48,6 triliun menjadi Rp1.737,6 triliun.
"Lebih realistis, lebih baik berhati-hati daripada terlalu optimistis," ujar Eric kepada CNNIndonesia.com, Selasa (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eric mengatakan harga komoditas mungkin bisa membaik tahun depan yang tentu saja menguntungkan Indonesia. Namun masih ada faktor risiko pertumbuhan ekonomi China yang diproyeksi melambat.
"Ini bakal berpengaruh ke penerimaan perpajakan dari migas dan sumber daya alam," katanya.
Dari sisi belanja, pemerintah juga terpaksa harus memangkas Rp12,9 triliun menjadi Rp2070,5 triliun tahun depan. Namun menurut Eric penurunan belanja masih relatif tidak banyak. Hal ini menunjukan sifat ekspansif dari kebijakan fiskal masih dipertahankan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
"Asumsi pertumbuhan ekonomi 2017 di 5,3 persen lebih realistis sementara angka inflasi di 4 persen mencerminkan sikap hati-hati karena inflasi tahun depan saya perkirakan di kisaran 3,5 - 4 persen," katanya.
Dari sisi konsumsi, lanjut Eric, pemerintah harus bisa menjaga daya beli masyarakat agar tetap optimal. Program penyaluran dana sosial hingga stabilisasi harga pangan melalui pelaksanaan impor yang lebih cepat dan terencana harus dirumuskan secara matang terutama untuk komoditas pangan yang kerap kali menggerogoti daya beli masyarakat.
Senada dengan Eric, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kerangka kebijakan fiskal tahun depan cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Konsumsi masyarakat juga akan cenderung membaik seiring meningkatnya investasi sektor swasta sebagai dampak positif program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang sudah berdampak pada sektor riil tahun depan.
Dengan begitu, kinerja pemerintah tahun depan bisa lebih optimal. Namun dengan catatan, pemerintah harus tetap melanjutkan reformasi kebijakan struktural secara pararel.
"Menurut saya, dengan semakin realistis, pemerintah akan lebih kredibel," jelas Josua.
Tahun depan, pemerintah memperkirakan defisit fiskal akan melebar menjadi Rp332,8 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun dengan target yang lebih realistis, lanjut Josua, pemerintah dapat mencegah risiko membengkaknya defisit anggaran sehingga kebijakan fiskal pada tahun depan akan cenderung lebih fleksibel dengan potensi pemangkasan belanja yang kecil.
"Hal yang positif adalah bahwa RAPBN didasarkan pada pencapaian penerimaan pajak supaya memberikan fleksibilitas fiskal namun tetap memperhatikan skala prioritas dari belanja pemerintah," jelasnya.
(gen)