Bank Dunia: Biaya Logistik Tinggi Gerogoti Manufaktur RI

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 18 Agu 2016 17:15 WIB
Saat ini rata-rata 25 persen dari hasil penjualan produk manufaktur habis hanya untuk biaya logistik di Indonesia.
Jajaran direktur Bank Dunia untuk Indonesia memberikan keterangan pers mengenai perekonomian tahun 2016, Jakarta, Selasa (15/3). (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia menilai tingginya biaya logistik semakin menggerogoti daya saing manufaktur Indonesia. Pasalnya, saat ini rata-rata 25 persen dari hasil penjualan produk manufaktur habis hanya untuk biaya logistik.

Ndiame Diop, Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia menuturkan, tingginya biaya logistik menjadi penghambat bangkitnya manufaktur nasional. Porsi biaya logistik tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand yang hanya 15 persen, serta Malaysia dan Vietnam yang masing-masing hanya sekitar 13 persen.


"Manufaktur global saat ini membutuhkan logistik pengiriman yang efisien dan dapat diandalkan. Negara lain sudah bisa menekannya, seperti Vietnam, sedangkan Indonesia belum bisa karena infrastruktur masih terkendala," ujar Diop di kantornya, Kamis (18/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Diop, besarnya biaya pengiriman logistik juga membuat sejumlah investor di sektor manufaktur harus menyiapkan cadangan pembiayaan yang tak kalah besar. Sedikitnya dibutuhkan cadangan pembiayaan logistik sekitar 31 persen di Indonesia, lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Vietnam yang masing-masing hanya sekitar 22 persen dan 14 persen.

"Ini juga karena Vietnam kerap memberikan insentif untuk industri ini," kata Ndiame.

Bila hal ini terus terjadi, ia menilai, minat investor terhadap sektor industri manufaktur akan semakin surut. Diop mengingatkan, investor berpotensi lari ke sektor industri lain yang berbasis komoditas, seperti batu bara dan kelapa sawit.

Padahal, lanjutnya, Indonesia harus bergegas membangunkan sektor industri manufaktur yang tertidur pasca krisis ekonomi 1998. Diop menuturkan, industri manufaktur memiliki potensi sumbangan yang sangat besar terhadap produk domestik bruto (PDB), yang tahun ini ditargetkan tumbuh 5,2 persen.

Bank Dunia, kata Diop, menganjurkan sejumlah cara bagi Pemerintah Indonesia untuk menekan biaya pengiriman logistik. Pertama, pemerintah harus bisa membenahi struktur komando untuk mengatur arah dan prioritas investasi sektor manufaktur.
"Misalnya dengan membangun konektivitas pembangunan pelabuhan utama dan pelabuhan pedalaman," jelas Ndiame.

Tak hanya menggerakkan konektivitas pelabuhan atau pos-pos pengiriman logistik, lanjutnya, pemerintah diharapkan menggenjot pembangunan infrastruktur penunjang, seperi jalan tol dan jalan-jalan penghubung lainnya.


Kedua, Bank Dunia menilai, tingginya biaya pengiriman logistik banyak dipengaruhi oleh banyak dan rumitnya peraturan pengiriman di Indonesia. Mneurutnya, hampir di setiap pos terdapat pemeriksaan atau inspeksi yang terlalu panjang, baik untuk pengiriman ekspor maupun impor.

Terakhir, tambah Diop, pemerintah perlu memberikan insentif yang dapat mendongkrak gairah investor dalam mengalirkan uangnya ke sektor manufaktur di Indonesia, seperti yang kerap dilakukan Vietnam. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER