Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2016 mencapai US$323,8 miliar atau tumbuh 6,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Pengamat menilai utang tersebut digunakan tidak efektif.
Kondisi tersebut membuat rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir Juni 2016 tercatat sebesar 36,8 persen, sedikit melebar dari 36,6 persen pada akhir Maret 2016.
“Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan II 2016 masih cukup sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional,” kata BI melalui keterangan Departemen Komunikasi BI, dikutip Selasa (23/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang. Posisi ULN berjangka panjang pada akhir Juni 2016 mencapai US$282,3 miliar atau 87,2 persen dari total ULN). Posisi utang jangka panjang itu naik 7,7 persen (yoy) atau melambat dari pertumbuhan kuartal I 2016 sebesar 8,4 persen (yoy).
Sementara, posisi ULN jangka pendek pada akhir kuartal II 2016 tercatat sebesar US$41,5 miliar (12,8 persen dari total ULN) atau menurun 3,1 persen (yoy), lebih kecil dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan kuartal I 2016 sebesar 9,1 persen (yoy).
Dengan perkembangan itu, rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa tercatat sebesar 37,8 persen pada kuartal II 2016.
Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta menurun.
BI melaporkanm posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN sektor swasta. Per akhir Juni 2016,ULN sektor swasta mencapai US$165,1 miliar (51,0 persen dari total ULN) atau turun turun 3,1 persen persen (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 0,5 persen (yoy).
Sedangkan, posisi ULN sektor publik sebesar US$158,7 miliar (49,0 persen dari total ULN) atau meningkat menjadi 17,9 persen (yoy) pada kuartal II 2016 dari kuartal sebelumnya sebesar 14,0 persen (yoy).
Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan II 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,9 persen.
Jika dibandingkan dengan triwulan I 2016, maka pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas & air bersih tercatat naik sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor industri pengolahan tercatat melambat. Sementara, pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan dan sektor keuangan masih mengalami kontraksi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai rasio utang Indonesia terhadap PDB masih relatif aman dan lebih rendah dibandingkan negara lain misalnya Jepang dan Amerika Serikat yang rasio utangnya terhadap PDB lebih dari 100 persen.
Namun, Enny menyorot penggunaan ULN Indonesia yang makin tidak efektif karena banyak digunakan untuk membayar bunga dan cicilan utang dibandingkan pembiayaan investasi ke sektor produktif. Keseimbangan primer dalam anggaran negara juga menunjukkan angka defisit yang melebar.
“Keseimbangan primer defisit itu artinya setelah kita mengeluarkan beban bunga dan cicilan utang itu pendapatan malah semakin menurun daripada pengeluarannya. Artinya utang malah menjadi nombok atau enggak
balance,” tutur Enny saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Selasa (23/8).
Tercatat, berdasarkan realisasi APBN 2016, posisi keseimbangan primer per akhir Juni sebesar Rp143,4 triliun jauh di atas target defisit keseimbangan primer tahun ini Rp105,5 triliun. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, posisi keseimbangan primer tercatat sebesar Rp2,2 trlliun atau 3,3 persen dari target, Rp66,8 triliun.
Lebih lanjut, indikator beban bunga luar negeri yang tercermin dari rasio pembayaran utang juga tak menggembirakan. Perakhir Juni, rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan transaksi berjalan (DSR) menunjukkan peningkatan.
Secara tahunan, DSR Tier 1 - rasio pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek terhadap penerimaan transaksi berjalan – per akhir Juni 2016 naik menjadi 35,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 25,01 persen.
Hal yang sama, juga terjadi pada DSR Tier 2 – rasio pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-afiliasi terhadap penerimaan transaksi berjalan – yang tercatat naik dari 56,30 persen per akhir Juni 2015 menjadi 66,24 persen.
“Kalau DSR sudah lebih dari 50 persen artinya kontribusi utang untuk memperkuat cadangan devisa kita menjadi lebih lemah karena sudah 50 persen lebih untuk kewajiban utang,”jelasnya.
Oleh karenanya, Enny menekankan pentingnya pengelolaan utang yang baik agar utang yang ditarik baik oleh pemerintah dan swasta bisa lebih produktif dan tidak menjadi beban
“Kalau misalnya utang tidak produktif ya tidak boleh ditambah,” jelasnya.