Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai pemerintah perlu menggenjot penerimaan demi menekan lonjakan Utang Luar Negeri (ULN).
Seperti diketahui, posisi ULN sektor publik atau milik pemerintah hingga kuartal II 2016 mencapai US$ 158,7 miliar. Angka ini melonjak dari kuartal sebelumnya, US$ 151,3 miliar.
Secara keseluruhan, posisi ULN Indonesia pada akhir kuartal II 2016 mencapai US$323,8 miliar atau naik 2,2 persen dari posisi kuartal sebelumnya, US$316,9 miliar. Secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 6,2 persen, melonjak dari triwulan sebelumnya 5,9 persen yoy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty mengungkapkan, penyebab kenaikan posisi ULN pemerintah adalah kenaikan ULN jangka panjang sebesar US$6,9 miliar dari US$148,6 miliar menjadi US$155,5 miliar.
Melonjaknya ULN jangka panjang itu akibat peningkatan penerbitan obligasi pemerintah baik dari Surat Berharga Negara maupun obligasi global. Raupan dananya biasanya digunakan pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan menutup defisit anggaran.
Menurut Hendy, jika pemerintah ingin mengurangi porsi utangnya, maka pemerintah harus menggenjot penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Utang publik kalau dilihat trennya naik terus. Ini bisa turun kalau penghasilan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) naik," tutur Hendy dalam paparannya di Gedung Thamrin BI, Selasa (23/8).
Jika pemerintah ingin mengejar pembangunan infrastruktur namun tidak diiringi oleh meningkatnya penerimaan negara, maka pemerintah harus menuntupnya dengan utang.
"Selama butuh pembangunan dan pembiayaan pajak kurang, pemerintah mau enggak mau utang dulu," ujarnya.
Utang Swasta Turun Sementara, posisi ULN sektor swasta per akhir Juni 2016 turun 3,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (
year on year/yoy). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan utang jangka pendek dan jangka panjang yang sama-sama minus secara tahunan.
Utang jangka panjang yang mendominasi 76,8 persen utang swasta tercatat sebesar US$126,7 miliar atau turun 3,1 persen secara tahunan. Padahal, pada kuartal sebelumnya, utang jangka panjang swasta masih bisa tumbuh 2,1 persen.
Hal sama juga terjadi pada ULN jangka pendek yang turun 3,2 persen secara tahunan, lebih kecil daripada triwulan sebelumnya yang minus 9 persen.
Hendy menilai turunnya utang sektor swasta akibat perekonomian yang masih melambat dan harga komoditas yang masih rendah sehingga sepanjang kuartal II tahun ini pelaku usaha lebih banyak membayar utang dibandingkan meminjam untuk ekspansi.
"Dari kuartal I-2016 utang swasta turun terus (karena) banyak bayar daripada pinjam," ujarnya.
Lebih lanjut, Hendy memperkirakan utang swasta akan meningkat pada kuartal III dan IV seiring perbaikan kinerja perdagangan internasional.
Berdasarkan sektor ekonomi, posisi utang swasta pada akhir kuartal II 2016 didominasi oleh sektor jasa keuangan sebesar 28,9 persen. Kemudian, sektor industri pengolahan mengambil pangsa sebesar 20,3 persen dan sektor pertambangan sebesar 14,5 persen.