Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah kembali merilis paket kebijakan ekonomi, yang kali ini fokus pada penyediaan hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam paket kebijakan deregulasi XIII ini terdapat sejumlah langkah aksi, yang sebagian besar berupa pengurangan, penggabungan dan percepatan perizinan pembangunan hunian.
"Pengurangan, penggabungan, dan percepatan proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR, akan mengurangi biaya untuk pengurusan perizinan hingga 70 persen," ujar Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian usai rapat terbatas di Istana Negara, Rabu (24/8).
Dia menuturkan berdasarkan catatan BPS, masih ada 17,3 persen atau sekitar 11,8 juta rumah tangga yang sampai akhir tahun lalu belum memiliki rumah sendiri. Karenanya, salah satu fokus pemerintah dalam Program Nasional Pembangunan Satu Juta Rumah adalah menyediakan hunian murah bagi MBR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari sisi pengembang properti, jelas Darmin, masih banyak yang enggan membangun hunian menengah dan murah karena memerlukan proses perizinan yang lama dan biaya yang besar.
Berangkat dari realita tersebut, kata Darmin, pemerintah akan menerbitkan aturan khusus berbentuk Peraturan Pemerintah yang isinya meliputi penyederhanaan jumlah dan waktu perizinan, dengan menghapus atau mengurangi berbagai perizinan yang diperlukan untuk membangun rumah MBR .
"Dari semula sebanyak 33 izin dan tahapan, menjadi 11 izin dan rekomendasi," jelas Darmin.
Dengan pengurangan perizinan dan tahapan ini, Darmin memastikan waktu pembangunan MBR bisa dipercepat menjadi 44 hari, dari yang selama ini rata-rata bisa memakan waktu sekitar 769-981 hari.
Rincian KebijakanUntuk memastikan itu terwujud, lanjut darmin, pemerintah mencabut sejumlah ketentuan menyangkut izin lokasi yang biasanya menghabiskan waktu pengurusan sampai 60 hari kerja, persetujuan gambar
master plan selama tujuh hari kerja, rekomendasi peil banjir selama 30-60 hari kerja, persetujuan dan pengesahan gambar
site plan selama lima hingga tujuh hari kerja, serta Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin) yang memakan waktu 30 hari kerja.
Kemudian, Darmin mengatakan pemerintah juga menggabungkan sejumlah aturan. Pertama, menggabungkan izin proposal pengembang dengan Surat Pernyataan Tidak Sengketa (SPTS) untuk tanah yang belum bersertifikat.
Selama ini, keduanya berjalan terpisah, dimana izin proposal pengembang mewajibkan developer melampirkan Sertifikat tanah dan bukti bayar PBB tahun terakhir. Sedangkan SPTS mengharuskan penegmbang melampirkan peta rincikan tanah atau blok plan desa.
Berikutnya adalah menggabungkan Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) atau Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) dengan tahap pengecekan kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang wilayah dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah (
Advise Planning). Semua itu diproses secara bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) sampai dengan luas lahan 5 Hektare.
Penggabungan izin selanjutnya menyasar pada proses bersamaan pengesahan
site plan dengan izin lingkungan, yang mencakup SPPL, rekomendasi damkar, dan retribusi penyediaan lahan pemakaman atau menyediakan pemakaman.
Kemudian yang terkait percepatan perizinan, antara lain yang menyangkut:
- Pengurusan Surat Pelepasan Hak (SPH) atas Tanah dari pemilik kepada pihak pengembang, dari 15 hari menjadi 3 hari kerja
- Pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah dari 90 hari menjadi 14 hari kerja
- Penerbitan IMB Induk dan pemecahan IMB dari 30 hari menjadi tiga hari kerja
- Evaluasi dan penerbitan Surat Ketetapan (SK) tentang Penetapan Hak Atas Tanah dari 213 hari kerja menjadi tiga hari kerja
- Pemecahan sertifikat atas nama pengembang, dari 120 hari menjadi lima hari kerja
- Pemecahan PBB atas nama konsumen, dari 30 hari menjadi tiga hari kerja.
(ags/gen)