Berantas Ekonomi Riba, Selamatkan Industri Nasional

Agust Supriadi & Yulianna Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 16 Agu 2016 06:34 WIB
Lebih dari dua dekade, pertumbuhan manufaktur anjlok dari di atas 11 persen menjadi sekitar 5 persen. Kontribusinya ke PDB turun dari 28 persen jadi 19 persen.
Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian di ruang kerjanya, Kamis (11/8) menjelaskan soal kondisi manufaktur Indonesia dan arah kebijakan ekonomi pemerintah. (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari dua dekade industri manufaktur Indonesia terpuruk. Ketika masa jaya, sektor manufaktur tumbuh rata-rata di atas 11 persen per tahun. Namun kini, untuk tumbuh 5 persen pun teramat sulit. Bahkan sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun drastis, dari 28 persen menjadi tinggal 19 persen. Tanpa adanya inovasi, wajar saja jika nilai tambah per kapita manufaktur nasional menyusut dari US$1.000 menjadi hanya US$800, kalah dari dari sejumlah negara tetangga di kawasan ASEAN.

Gejala deindustrialisasi ini menimbulkan tanda tanya besar, kemana larinya investasi langsung yang berdasarkan laporan Badan Koordinasi Penaman Modal (BKPM) terus meningkat setiap tahunnya? Dan, seberapa ampuh serangkaian paket kebijakan deregulasi ekonomi membalikan keadaan?
 
Untuk menggali lebih jauh mengenai kondisi industri nasional dan efektivitas paket kebijakan deregulasi, CNNIndonesia.com mewawancarai Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian di ruang kerjanya, Kamis (11/8). Berikut petikan wawancaranya:

Apa penyebab utama deindustrialisasi?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlambatan dunia. Ini sudah 30 tahun melambat terus. Ekonomi dunia memasuki dinamika baru karena sedang mencari bentuk, tidak stabil kaya ABG (Anak Baru Gede). Kenapa dampaknya ke kita? Karena ekspor kita selama ini berbasis komoditas.

Makanya, ke depan jangan lagi comodity base, tetapi berbasis industri dong. Tapi bagaimana bisa, ibarat punya mesin empat tapi yang jalan cuma satu.


Selain ekses perlambatan ekonomi global?

Kita sudah lakukan analisa, kenapa industri kita makin hancur? Kenapa industri kita makin turun kontribusinya terhadap PDB? Ternyata penyakitnya di industri.

Kenapa kok tidak ada investasi baru di industri. Kalau cek data BKPM, investasi naik terus. Tapi kok impor barang modalnya tidak ada yang baru. Berarti yang makan industri lama. Serapan tenaga kerjanya turun terus dan ekspor industri kita tidak naik-naik.

Berdasarkan hasil uji forensik, ternyata lemak-lemak yang selama ini diberikan oleh regulasi dan birokrasi kita, termasuk penegakan hukum, itu sudah menggumpal. Makanya ibarat mesin itu, dari empat mesin cuma jalan satu. Mau gerak saja beraaat sekali.

Selain itu, ternyata FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas) menjadi salah satu penyakit juga. Negara-negara mitra dagang Indonesia memanfaatkan pasar bebas dengan menjadikannya heaven terhadap investasi. Mereka menjanjikan berbagai fasilitas, tanah gratis kepada investor di sektor manufaktur. Sementara jual produknya ke Indonesia.

Kenapa? Karena mereka tidak mau pusing bikin di Indonesia. Mulai dari tanah saja susah. Izin berat, insentif tidak banyak. Mending bikin di luar, masukkan barang ke Indonesia tinggal cantumkan dalam bahasa Indonesia.

Solusinya dari pemerintah apa?

Kita gerakan dulu mesin industri dengan mengeluarkan paket kebijakan deregulasi I. Tidak perlu lagi ada rekomendasi (kementerian pembina sektor), tidak perlu lagi ada IMB (izin mendirikan bangunan) di kawasan industri, investasi kita buka selebar-lebarnya dengan revisi DNI (Daftar Negatif Investasi). Kalau DNI kan sifatnya dinamis, ada yang selektif ada yang dinamis.Bukan liberal, tapi biarkan asing masuk ke sektor-sektor usaha yang memang kita tidak mampu.

Lalu di luar Jawa kita bikin kawasan industri yang atraktif. Kalau dulu kawasan industri kaya museum, sekarang harus jadi bagian dari supply chain. Pemda harus dukung izin bikin pelabuhan, akses jalan, dan lain-lain. Kita minta ada pelatihan tenaga kerja, supaya orang tertarik dirikan pabrik di luar Jawa.

Silahkan mereka impor bahan baku dan barang modal, buat atau produksi di sini, atau dirakit untuk diekspor lagi. Silahkan. Kita bebaskan bea masuk, tapi kalau mau buat di dalam negeri, kandungan lokalnya harus 40 persen. Untuk itu kita kasih promosi, PPN tidak dipungut kalau dia jual untuk pasar global.  

Ini lah yang saya sebut Inland FTA, memindahkan FTA dari negara lain ke dalam negeri.


Cukup dengan itu?

Itu baru supaya industri bergerak. Kan total sudah 12 paket kebijakan deregulasi terbit dari enam tema atau isu reformasi ekonomi, yakni penguatan daya saing, inestasi untuk industri, ekspor produk industri, industri jasa wisata, penguatan daya beli masyarakat, dan logistik.

Inti dari deregulasi adalah regulatory reform, yakni dengan mengeluarkan terobosan aturan, menyederhanakan regulasi, dan menegakan hukum demi memberikan kepastian usaha.

Tapi ternyata berdasarkan hasil evaluasi, itu pun belum dalam. Di luar itu banyak sekali regulasi-regulasi dan kebijakan ekonomi yang tidak jalan, maka kita bentuk lah Satgas.

Intinya ada tiga obat untuk mengobati industri. Pertama, deregulasi, yang artinya diberikan obat dulu biar sehat. Kedua diberi vitamin, jadi apa-apa yang dibutuhkan langsung oleh pelaku industri kita berikan sepertiinfrastruktur jalan dan pelabuhan, serta listrik. Ketia diberi suplemen, di mana swasta kita dorong bikin kawasan industri agar lebih atraktif.

Untuk itu kita punya 32 fokus atau paket deregulasi dari 20 tema atau isu besar ekonomi. Jadi ke depan, masih ada 14 tema lagi yang akan kita beresin supaya 2019 ekonomi kita bisa tumbuh di atas 7 persen.

Mayoritas konsep lama, apa yang berbeda dari paket kebijakan ekonomi kali ini?

Kalau dulu itu kebanyakan wacana. Bedanya kali ini implementasinya, dieksekusi. Kenapa kebijakan-kebijakan dulu tidak jalan. Intinya adalah tujuan dari Menko Perekonomian adalah menghilangkan ekonomi Riba. Biaya yang tidak ada di buku, seperti ngasih pejabat, izin yang tidak perlu dihapuskan. Riba ekonomi yang kita bunuh.

Intinya, industrialisasi itu mensyukuri yang diberikan Tuhan. Pertama, jangan menghabisi barang Tuhan. Kedua, bijak terhadap populasi.

Kalau di Islam itu mengedepankan konsep tauhid. Tugas pemerintah adalah mendorong masyarakat melakukan ekonomi yang halalan toyyiban. Halal, bisnis yang benar, jangan ambil tanah orang, jangan rusak lingkungan. Toyiban artinya kebajikan, bayar dong kewajiban pajak dan royaltinya.

Dunia internasional pasti menerima konsep bisnis seperti ini, karena tidak mengganggu kesehatan, tidak merusak lingkungan.


Dari 12 paket kebijakan deregulasi sudah bisa diukur efektivitasnya?

Secara waktu sudah selesai. Secara substansi lagi diuji sama Pokja II yang membidangi Percepatan dan Penuntasan Regulasi, diketuai oleh Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki dan wakil ketua Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Implementasi kebijakan sudah 99 persen jalan, tapi masih banyak komplain. Nah ini dievaluasi, benar tidak tuh kalau SK Menteri Perdagangan bisa 2-3 kali ganti. Sesuai tidak dengan arah kebijakan paketnya. Paketnya tegas, ini harus dibuang karena akan berakibat ini itu. Diuji kemduian oleh pokja II.

Pokja III yang membidangi Evaluasi dan Analisa Dampak diketuai oleh (Deputi Senior Bank Indonesia) Mirza Adityaswara dan Raden Pardede. Mereka mengatakan  
Raden sudah lihat, coincedent economic index mulai naik, yang artinya dampak dari suatu kebijakan terhadap ekspektasi ekonomi meningkat. Leading economic index meningkat, yang artinya kepercayaan public mulai naik.

Kalau dampaknya diukur dari pertumbuhan ekonomi dan industri?

Dengan konsep begini, maka BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi (tahun ini) gerak di antara 5,1-5,2 persen. Setelah 2017 itu bisa di atas 5,4 persen. Syaratnya kebijakan harus konsisten.

Khusus industri, kuartal II lalu tumbuh 7,5 persen dari tadinya hanya sekitar 5,34 persen. Kalau kita ambil rata-rata, ekspektasi kami industri bisa tumbuh 7-8 persen tahun ini. Tapi kita harus kembali seperti dulu, di atas 11 persen.

(ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER