Organisasi Buruh dan Tani Duga Asing Danai Riset Harga Rokok

CNN Indonesia
Kamis, 25 Agu 2016 23:10 WIB
Pekerja pabrik rokok serta petani tembakau dan cengkeh mengkritik Pusat Kajian Ekonomi dan Kesehatan UI yang mendorong kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu.
Sejumlah petani tembakau membawa berbagai jenis makanan dan tumpeng saat dilangsungkan ritual Wiwit Panen Tembakau di perladangan kawasan lereng Gunung Sumbing, Desa Wonosari, Bulu, Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (31/7). (FOTO ANTARA/Anis Efizudin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat pekerja pabrik rokok serta asosiasi petani tembakau dan cengkeh kembali mengkritik hasil penelitian relasi harga rokok terhadap daya beli masyarakat, yang dilakukan oleh Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Adalah  Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) dan Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) yang membuat pernyataan bersama mengecam hasil kajian yang mendorong kenaikan harga rokok secara eksesif sehingga membuat kegaduhan di masyarakat.

“Isu ini berkembang akibat riset yang didanai pihak asing dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena menggiring responden kepada opini tertentu," ujar kata Suseno Riban, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Kamis (25/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kajian itu telah menciptakan keresahan bagi masyarakat Indonesia, khususnya petani tembakau, petani cengkeh, pekerja dan pedagang, yang menggantungkan mata pencahariannya dari industri hasil tembakau nasional.

“Indonesia harus dapat menolak dana asing yang bertujuan untuk mengintervensi tatanan kehidupan masyarakat yang sudah ada, termasuk kehidupan dan penghidupan masyarakat yang bekerja di sektor tembakau,” jelas Suseno.

Sementara Dahlan Said, Ketua Umum APCI menganggap, riset tersebut sangat tendensius pada aspek kesehatan saja tanpa memikirkan nasib petani dan tenaga kerja.  Ia menjelaskan bahwa produksi cengkeh di Indonesia saat ini sekitar 100 ribu sampai 110 ribu ton per tahun, di mana 94 persen diserap oleh industri rokok.

“Kami setuju bahwa masyarakat perlu paham akan dampak rokok bagi kesehatan, serta anak-anak harus dicegah untuk membeli dan mengonsumsi. Namun, tentunya hal tersebut tidak dilakukan dengan membunuh industri tembakau nasional," jelasnya.

Penegasan serupa juga disampaikan oleh Ketua FSP RTMM Sudarto, yang menilai riset kenaikan harga rokok telah memicu kekhawatiran di seluruh lapisan dan pemangku kepentingan industri, khususnya para pekerja pabrik rokok.

Sudarto mengatakan, riset seharusnya mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu. “Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab?” tanya Sudarto.

Dalam lima tahun terakhir, kata Sudarto, sudah sekitar 1.200 pabrik rokok yang gulung tikar dan 102.500 pekerja yang dirumahkan akibat kenaikan tinggi harga rokok dan cukai hasil tembakau.

"Apalagi bila harga rokok dinaikkan secara drastis sampai Rp 50 ribu per bungkus, tentu  akan terjadi PHK masal," tegasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER