Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) membukukan pendapatan sebesar US$17,19 miliar sepanjang semester I 2016, merosot 21 persen dibandingkan dengan pendapatan periode yang sama tahun lalu US$21,79 miliar.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, penurunan pendapatan mengikuti dengan tren harga minyak mentah yang masih anjlok pada tiga bulan pertama tahun ini. Pada kuartal I 2016, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) berkisar US$30,2 per barel, lebih murah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$51,09 per barel.
"Namun tiga bulan setelahnya sudah mulai ada perbaikan. Bukan hanya Pertamina saja, tapi perusahaan-perusahaan minyak lain di dunia juga sedang mengalami penurunan di
first half," jelas Dwi, Kamis (25/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, lanjutnya, laba perseroan justru tumbuh 221 persen secara tahunan (
year on year), dari US$570 juta pada semester I tahun lalu menjadi US$1,83 miliar.
Arief Budiman, Direktur Keuangan Pertamina menuturkan, meroketnya laba perseroan pada paruh pertama berkat efisiensi yang masif dilakukan perusahaan.
"Tentunya kami melakukan banyak efisiensi di berbagai lini hingga mencapai US$1,2 miliar per semester I 2016. Ini berkontribusi banyak dalam mempertahankan laba perseroan," jelas Arief di lokasi yang sama.
Contoh efisiensi yang dilakukan Pertamina, antara lain penurunan angka penyusutan volume minyak akibat proses distribusi (
losses) sebesar US$113 juta, efisiensi pengadaan minyak mentah sebesar US$91 juta, hingga efisiensi di hulu migas sebesar US$595 juta. Bahkan, angka efisiensi yang dicapai lebih besar 45 persen dibandingkan dengan target hingga paruh tahun sebesar US$838 juta.
"Setidaknya hal itu membuat kami bisa menambah arus kas, yang saat ini posisinya US$1,8 miliar. Ini sangat penting demi menyokong proyek-proyek baik akuisisi hulu migas dan mendukung proyek-proyek kami yang lain seperti kilang," jelas Arief.
Namun, Arief memprediksi laba Pertamina pada paruh kedua tahun ini tak akan sebesar semester I 2016. Pasalnya, perusahaan akan melakukan penurunan nilai aset (
impairment) di sektor hulu pada penghujung tahun sehingga akan meningkatkan beban perusahaan.
"Dibandingkan perusahaan dunia lain, mereka melakukan
impairment biasanya di kuartal II, namun kami melakukannya di akhir tahun," tuturnya.
Selain itu, lanjut Arief, acuan harga minyak yang dipakai Pertamina masih akan sama sampai dengan Desember. "Jadi ekspektasi kita sampai akhir tahun laba akan naik, tapi tidak bisa dua kali lipat dibanding capaian semester I," tandasnya.
(ags)