Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) akan mempercepat penandatanganan kontrak bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC) blok East Natuna, dari jadwal semula Desember 2016 menjadi September 2016.
Meidawati, Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Pertamina menjelaskan, kepastian itu didapat setelah perseroan melaksanakan rapat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral beberapa waktu lalu.
"Baru kemarin kami rapat dengan legal Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM terkait masalah ini," ujar Meidawati, Kamis (25/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, skema fiskal (
terms and condition) di dalam PSC East Natuna masih belum ditentukan. "
Term condition kami sedang pelajari dan sebelum ditandatangani kami akan siapkan terms and condition-nya," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, salah satu opsi skema PSC blok East Natuna adalah
sliding scale, yaitu bagi hasil penjualan produksi migas tanpa memperhitungkan terlebih dahulu produksi migas di tahun pertama operasi (
first tranche petroleum) dan pengembalian biaya operasi (
cost recovery).
Namun, pembahasan PSC terbilang alot karena masih ada
terms and condition yang masih perlu disepakati kedua belah pihak.
Salah satunya adalah penanggungjawab investasi teknologi pemisah karbon dioksida, yang sangat penting mengingat kandungan karbon dioksida di blok East Natuna sudah mencapai 72 persen. Sehingga, investasi di blok yang berlokasi di Laut Cina Selatan itu bisa sangat mahal.
"Biaya pemisahannya cukup tinggi. Nanti sama-sama pemerintah dan investor bahas keekonomiannya. Kalau tidak ekonomis apa yang bisa kami lakukan ke depan. Maka dari itu, ada beberapa langkah percepatan," ujar Wiratmaja beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, blok East Natuna rencananya akan dioperatori secara konsorsium oleh Pertamina, ExxonMobil, dan PTT Thailand. Blok East Natuna sendiri memiliki volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf), dan cadangan terbukti sebesar 46 tcf.
(ags)