Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Satuan Tugas Waspada Investasi menduga ada 163 tawaran investasi tak jelas. Seluruh tawaran investasi tersebut dilakukan oleh perusahaan investasi guram yang tidak terdaftar dan diawasi oleh OJK.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Anggar B Nuraini mengungkapkan, dari 163 tawaran investasi tak jelas tersebut, di antaranya 34 tawaran investasi sudah diumumkan di portal waspada investasi (Investor Alert Portal/IAP). Sementara, sisanya masih menunggu hasil pemeriksaan.
IAP merupakan daftar perusahaan investasi yang tidak terdaftar dan diawasi oleh OJK, namun beredar di tengah-tengah masyarakat. Ini adalah respon dari pertanyaan masyarakat terhadap legalitas entitas yang menawarkan produk investasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyaknya laporan mengenai investasi ilegal tidak lepas dari perkembangan teknologi yang pesat, sehingga timbul berbagai produk keuangan. Mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks," ujarnya, Senin (29/8).
Beberapa produk keuangan sederhana, antara lain simpanan dalam bentuk deposito, tabungan, dan asuransi. Sementara, untuk produk yang lebih kompleks, misalnya investasi real estate.
Dengan kemudahan teknologi dan beragamnya produk investasi yang ada, Anggar menuturkan, OJK memandang ada resiko investasi dilihat dari kerugian yang dialami masyarakat selaku konsumen.
"Info terakhir, yang saya dengar dari teman-teman, ada penangkapan satu pasang kekasih di Sleman yang menawarkan investasi dalam bidang periklanan kepada temannya dengan bunga 30 persen per bulan. Jenis investasi ilegal seperti ini banyak terjadi," ungkapnya.
Menurut Anggar, ada tiga hal yang membuat semakin maraknya tawaran investasi ilegal.
Pertama, kurangnya literasi keuangan masyarakat sehingga tidak memahami produk investasi terkait aspek manfaat dan resiko.
Berdasarkan hasil survei OJK pada tahun 2013, tingkat literasi masyarakat hanya 21,8 persen. Artinya, hanya ada 21 orang dari 100 penduduk yang memiliki pengetahuan dan keterampilan terhadap sektor jasa keuangan.
Untuk mengatasi kondisi ini, OJK getol melakukan program edukasi dan literasi dengan menggandeng pemangku kepentingan, seperti kementerian/lembaga, pemerintah daerah (Pemda), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), akademisi, dan lembaga jasa keuangan.
Kedua, proses penyelesaian pengaduan pada lembaga jasa keuangan tidak berjalan dengan baik. Maka dari itu, OJK telah mengeluarkan peraturan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, di mana salah satu poinnya mengenai mekanisme penyelesaian pengaduan konsumen yang harus dipenuhi lembaga jasa keuangan itu.
"Selain itu, OJK juga telah memberikan layanan konsumen OJK yang dapat dihubungi konsumen bila ingin bertanya, menyampaikan informasi maupun pengaduan," katanya.
Selanjutnya, OJK juga mendorong penyelesaian sengketa di luar pengadilan, melalui penerbitan daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Saat ini, ada enam lembaga alternatif yang terdaftar di OJK, di antaranya untuk sektor asuransi, pasar modal, perbankan, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, dan pegadaian.
Ketiga, pembelian produk investasi yang tidak memiliki izin dan ditawarkan oleh pihak perusahaan yang tidak memiliki izin karena diiming-imingi imbal hasil yang menggiurkan.
"Penanganan terhadap tawaran investasi dan penghimpun dana tanpa izin atau investasi ilegal ini tidak mudah, mengingat permasalahan teknis serta kendala di lapangan cukup kompleks, banyak masyarakat menjadi korban karena tergiur tingkat pengembalian yang tinggi," pungkasnya.
(bir/gen)