Jakarta, CNN Indonesia --
Iming-iming Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kemudahan ekspansi jaringan bagi bank-bank yang mampu menyeret turun margin bunga bersih (net interest margin/NIM) belum berjalan efektif. Buktinya, NIM industri perbankan malah menunjukkan tren meningkat.
Berdasarkan Statistik OJK, per Juni 2016, NIM industri perbankan meningkat 27 basis poin (bps), yaitu dari 5,32 persen pada Juni 2015 lalu menjadi sebesar 5,59 persen. NIM kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU 4) tercatat paling tinggi, yakni 6,51 persen.
Diikuti oleh bank BUKU 1 sebesar 6,21 persen. Sementara, NIM bank BUKU 2 dan 3 masing-masing tercatat 4,99 persen, dan 4,71 persen. Seluruhnya tercatat mengalami kenaikan bervariasi dari yang terendah 19 bps sampai 54 bps selama periode Juni 2015 sampai Juni 2016.
Satu dari empat bank yang berada di kelompok BUKU 4, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk misalnya membukukan NIM sebesar 8,43 persen pada Juni 2016. NIM bank pelat merah ini terbilang paling tinggi, bahkan melampaui rata-rata NIM bank BUKU 4 yang sebesar 6,51 persen.
"NIM kami memang naik menjadi 8,43 persen pada semester I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tetapi, karena pengelolaan likuiditas yang baik, kami jaga NIM di kisaran 8 persen sampai akhir tahun nanti," ujar Haru Koesmahargyo, Direktur BRI kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/8).
Sementara itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk, mewakili bank BUKU 3 mencatat NIM di kisaran 5,47 persen atau naik dibandingkan Juni 2015 lalu yang sebesar 5,08 persen. Capaian NIM Bank CIMB Niaga tersebut jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata NIM bank BUKU 3 yang sebesar 4,71 persen.
Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK mengatakan, regulator akan mengkaji NIM bank ke bagian pengawas. "Tetapi, kebetulan sekarang ini bank belum terlalu ambisi untuk mengembangkan jaringan kantor di luar kapasitas yang ada," terang dia.
Sekadar mengingatkan, April 2016 lalu, OJK merilis Surat Edaran (SE) OJK tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti sebagai insentif bagi bank-bank untuk menurunkan NIM mereka. Intinya, semakin kecil NIM sebuah bank semakin banyak diskon yang diperoleh bank dalam memenuhi modal inti yang menjadi kewajibannya.
Insentif ini diberikan untuk mendorong bank-bank di Tanah Air beroperasi lebih efisien. Sebagai informasi, NIM bank-bank nasional tercatat tertinggi jika dibandingkan dengan bank-bank di Asia Tenggara. Salah satu contoh, NIM bank-bank di Thailand berkisar 2,5 persen.
NIM merupakan ukuran perbedaan antara pendapatan bunga yang dihasilkan oleh bank dan nilai bunga yang dibayarkan kepada nasabah pemilik dana. Nelson berpendapat, NIM yang tinggi mencerminkan rendahnya efisiensi bank dalam mengelola likuiditas.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulia E Siregar sebelumnya mengungkapkan, bank-bank nasional justru menikmati laba tinggi yang berasal dari kenaikan NIM. "Perbankan perlu didorong untuk efisien terlebih dahulu agar dapat menurunkan suku bunga kredit," imbuh dia.
Hal tersebut diakui oleh Wan Razly Abdullah, Direktur Bank CIMB Niaga. Menurut dia, perseroannya masih mengandalkan pendapatan bunga. Yaitu, sebesar 80 persen dari total pendapatan perseroan. "Tapi, kami menjaga NIM di kisaran 5 persen, meski sempat mencapai 5,47 persen," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(bir)