Pertamina Beri Sinyal Perbanyak Investasi Terminal LNG

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 31 Agu 2016 06:51 WIB
Direktur EBT Pertamina Yenni Andayani menyebut jika tidak cepat membangun infrastruktur LNG, maka kontrak-kontrak impor gas potensial bisa direbut negara lain.
Direktur EBT Pertamina Yenni Andayani menyebut jika tidak cepat membangun infrastruktur LNG, maka kontrak-kontrak impor gas potensial bisa direbut negara lain. (ANTARA FOTO/Hendra Sonie).
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia diminta untuk segera mempercepat pembangunan infrastruktur gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) mengingat wilayah Asia Tenggara akan mengalami defisit gas mulai 2030.

Jika Indonesia tidak cepat membangun infrastruktur LNG, maka kontrak-kontrak impor gas potensial bisa direbut negara lain.

Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan (EBT) PT Pertamina (Persero) Yenni Andayani menjelaskan, saat ini negara-negara Asia Tenggara lain sangat agresif dalam membangun infrastruktur LNG demi mempersiapkan diri menjadi negara importir gas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia, tambahnya, perlu melakukan hal serupa agar suplai gas bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri. Apalagi menurutnya, defisit gas Indonesia akan semakin parah, dari angka 1.013 MMSCFD pada 2015 menjadi 3.056 MMSCFD di 2025 mendatang.

"Indonesia harus agresif, melihat kesigapan Thailand, Vietnam, hingga Filipina. Kalau semua negara Asia Tenggara membangun infrastruktur gas dalam waktu bersamaan, maka untuk mendapatkan kontrak gas impor adalah hal yang perlu diperhatikan," ujar Yenni, kemarin.

Ia melanjutkan, Indonesia sebetulnya bisa memanfaatkan ketersediaan gas dunia antara 2016 hingga 2022. Sehingga menurutnya, ada baiknya Indonesia melakukan kontrak-kontrak impor LNG pada masa-masa tersebut.

Namun menurutnya, Indonesia tidak boleh mulai melakukan kontrak impor pada 2023 karena sudah banyak infrastruktur LNG di Asia Tenggara yang beroperasi. Menurut catatannya, negara-negara Asia Tenggara setidaknya sudah menyiapkan infrastruktur LNG dengan total kapasitas 70 juta ton per tahun (MTPA) pada 2023 mendatang.

"Dan Indonesia jangan mulai mengimpor sejak 2022 karena akan kehilangan momentum. Pasalnya, negara-negara Asia Tenggara sudah banyak mengoperasikan infrastruktur LNG di tahun itu, dan Indonesia harus amankan sumber energi mulai sekarang," katanya.

Hingga 2023, Indonesia setidaknya akan membangun empat Floating Storage Regasification Unit (FSRU) dengan total 12,4 juta MTPA yang tersebar di Aceh, Lampung, Banten, dan Jawa Tengah. Menurutnya, infrastruktur ini perlu ditambah lagi, khususnya di wilayah perindustrian dan banyak Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) di dalamnya.

"Saya rasa FSRU perlu ditambah lagi di wilayah seperti Sumatera dan Jawa karena di situ sumber perkembangannya. Namun bukan berarti wilayah lainnya tak perlu, karena gas bukan hanya digunakan bagi industri dan listrik, namun juga kebutuhan lain seperti smelter," jelas Yenni.

Kendati demikian, ia menyadari pembangunan infrastruktur LNG bisa dilakukan di segala tempat.

"Tetap diperhatikan economic size di wilayah tersebut, kalau bagus kan bisa di-develop infrastrukturnya dan harga jualnya bisa lebih kompetitif," terang Yenni. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER