Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) meminta bagi hasil (
split) yang lebih besar di Blok East Natuna menjelang ditekennya kontrak bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC) bulan ini.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menjelaskan permintaan untuk memperbesar jatah bagi hasil adalah agar proyek tersebut ekonomis. Dengan demikian, Pertamina menginginkan
split yang lebih besar dari 15 persen.
"PSC tentu akan mempengaruhi keekonomian proyek. Akan ekonomis kalau kalkulasi komposisinya tertentu tidak 85 persen berbanding 15 persen. Salah satu opsi, misalnya, 60 persen berbanding 40 persen mungkin bisa jalan," jelas Dwi, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika pemerintah menganggap skema
split ini terlalu beresiko, sistem lain seperti
sliding scale dianggapnya bisa jadi alternatif karena dianggap lebih fleksibel.
Sebagai informasi,
sliding scale adalah sistem bagi hasil produksi migas, di mana porsi investor lebih besar di tahun-tahun awal berproduksi. Setelah investasi migas mulai mencapai balik modal, maka porsi bagi hasil pemerintah bisa lebih besar.
"Tentu pemerintah sangat hati-hati kan jika membuat sistem
split yang berbeda. Tapi nanti itu masih dalam pembicaraan, yang detailnya tentu akan disampaikan oleh kawan-kawan yang berada di dalam konsorsium," kata mantan bos PT Semen Indonesia Tbk itu.
Menanggapi ucapan Dwi, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan memberikan lampu hijau bagi keinginan Pertamina. Ia mengatakan, porsi bagi hasil produksi migas seharusnya disesuaikan dengan tingkat kesulitan di masing-masing lapangan migas.
Namun jika pemerintah memberlakukan
split yang berbeda, nanti akan ada perdebatan baru dengan Kementerian Keuangan. Pasalnya, produksi migas bagian pemerintah berkaitan langsung dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Kami tidak bisa lagi menyeragamkan bagi hasil 85 persen berbanding 15 persen begitu saja ke semua proyek migas, tanpa melihat kesulitan di masing-masing lapangan. Tapi ini kan masalahnya di (Kementerian) Keuangan," ujar Luhut.
Lebih lanjut, Luhut berjanji akan mencarikan sistem bagi hasil yang tepat bagi blok East Natuna.
"Tapi kalau sekarang saya masih belum tahu hitungan PSC yang tepat berapa. Utamanya untuk PSC gas, karena di sana ada kandungan karbondioksida sebesar 72 persen. Kami sedang hitung
cost untuk memecah karbondionsida itu berapa tepatnya," katanya.
Sebagai informasi, blok East Natuna rencananya akan dioperatori secara konsorsium oleh Pertamina, ExxonMobil, dan PTT Exploration and Production Pcl (PTTEP). Blok East Natuna sendiri memiliki volume gas di tempat (
Initial Gas in Place/IGIP) sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf), dan cadangan terbukti sebesar 46 tcf.
Penandatanganan PSC East Natuna pada bulan ini rencananya menyangkut produksi minyak dan gas.
Untuk PSC produksi minyak, masa berlaku kontrak dan fiskalnya sudah bersifat tetap. Sementara itu, PSC produksi gas masih bersifat umum dan belum dibicarakan lebih detil. Pasalnya, Kementerian ESDM masih melakukan kajian pemasaran (
market review) dan teknik (
technical review) produksi gas, yang sekiranya selesai tahun depan.