Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan tambang pelat merah, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk menilai relaksasi ekspor mineral masih dibutuhkan mengingat pengolahan di dalam negeri belum ekonomis. Dia berharap izin ekspor bisa diberikan pemerintah guna meningkatkan pendapatan dan mendukung pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan (smelter)
Sekretaris Perusahaan Antam, Trenggono Sutiyoso mengatakan, ada beberapa negara yang bisa menghasilkan produk olahan mineral berdaya saing dibandingkan dengan Indonesia. Pasalnya, mereka didukung oleh pendanaan dan teknologi smelter smelter yang lebih baik.
"Kalau pengolahan itu kan tergantung teknologi dan pengolahan, sedangkan ada beberapa ore yang sampai saat ini masih belum bisa diolah secara ekonomis di dalam negeri. Jadi mau tak mau ya memang harus diekspor," ujar Trenggono kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (2/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia memberi contoh perusahaannya, yang sampai saat ini masih belum mampu mengolah ore dengan kadar nikel 1,8 persen. Karenanya, hasil tambang mineralnya perlu diekpor ke Eropa, Ukraina, China, dan Jepang untuk diproses lebih lanjut.
Apabila mengolah ore sendiri, kata Trenggono, setidaknya Antam harus mengeluarkan uang Rp7 triliun untuk membangun smelternya.
"Investasi smelter itu memang tidak murah, tapi itu juga disesuaikan dengan kemampuan produksinya. Contohnya, angka Rp7 triliun yang dibutuhkan untuk smelter kadar 1,8 juga disesuaikan dengan kapasitas produksi ore kami yang sebesar 26 ribu ton," tambahnya.
Kendati demikian, ia menilai, nilai tambah produk mineral memang lebih baik dilakukan di dalam negeri. Maka dari itu, ia berharap ekspor beberapa komoditas mineral tertentu masih bisa dilaksanakan sebagai sarana cari uang, demi membangun smelter yang diinginkan.
Sejauh ini, lanjutnya, Antam memiliki beberapa proyek hilirisasi mineral yang sedang berjalan pada tahun ini. Antara lain perluasan pabrik feronikel di Pomalaa dengan nilai investasi US$600 juta atau sekitar Rp7,8 triliun dan pembangunan pabrik feronikel di Halmahera Timur dengan nilai Rp3,5 triliun.
Di samping itu, BUMN tambang ini juga akan membangun Smelter Grade Alumina di Mempawah, Kalimantan Barat bermitra dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan Aluminium Corporation of China. Proyek ini diharapkan rampung pada kuartal IV 2019.
"Sikap kami, relaksasi ekspor sebetulnya bisa membantu mencari pendanaan, yang nanti ujung-ujungnya dibutuhkan demi proyek hilirisasi mineral," ujarnya.
Sebagai informasi, Antam memproduksi 644,12 ribu ton ore nikel sepanjang semester I 2016. Produksinya turun 13,43 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang sebanyak 744,06 ribu ton.
Sementara dari sisi penjualan, bijih nikel yang terjual pada periode yang sama sebesar Rp158,94 miliar dan penjualan bijih bauksit sebesar Rp29,5 miliar.
(ags)