Jakarta, CNN Indonesia -- Program pembangunan infrastruktur yang digalakkan Presiden Joko Widodo menjadi salah satu potensi raupan kontrak bagi perusahaan konstruksi, khususnya yang berpelat merah. Persaingan mengantongi kontrak antar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun menarik disimak.
Dalam persaingan tersebut, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) membukukan kinerja kurang baik jika dibandingkan dengan perusahaan konstruksi BUMN lainnya, seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP). Hal ini terlihat dari nilai kontrak per Juli 2016 Adhi Karya yang paling rendah jika dibandingkan dengan ketiga perusahaan BUMN lainnya.
Sejak awal tahun hingga Juli, Adhi Karya hanya memperoleh kontrak baru sebesar Rp6,6 triliun. Jumlah tersebut turun 5,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp7 triliun. Sementara itu, Waskita Karya berhasil meraup kontrak baru senilai Rp45,6 triliun atau naik 330,2 persen. Adapun, perolehan kontrak baru Wijaya Karya tumbuh 95,6 persen atau senilai Rp22,3 triliun dan PTPP meraih kontrak baru senilai Rp15,5 triliun atau naik 2,4 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Franky Rivan, analis Daewoo Securities Indonesia menyatakan, penundaan proyek
light rail transit (LRT) Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) menjadi penyebab utama melemahnya kontrak baru yang didapatkan oleh Adhi Karya hingga Juli.
Proyek LRT Jabodetabek, lanjut Franky, akan bernilai sekitar Rp34 triliun dengan fase pertama Rp17 triliun dan fase kedua Rp17 triliun. Adhi Karya diperkirakan akan membukukan nilai kontrak Rp4 triliun dari LRT tahun ini. Sayangnya, Adhi Karya baru memperoleh Rp600 miliar dari proyek tersebut hingga akhir Agustus.
“Alasan utama penundaan ini bermula dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan model LRT. Pemprov menginginkan LRT yang
standard gauge dengan nilai investasi Rp36 triliun, sedangkan Kemenhub menginginkan yang narrow gauge dengan nilai proyek Rp34 triliun. Tapi akhirnya Presiden Jokowi memilih menggunakan
standard gauge,” terang Franky, Senin (9/5).
Adapun, bila dilihat dari target kontrak baru, Adhi Karya hanya memenuhi 26,4 persen dari target tahun ini yaitu Rp25 triliun. Dengan begitu, Franky menilai Adhi Karya akan menurunkan target nilai kontrak barunya tahun ini menjadi sekitar Rp20 triliun. Hal ini disebabkan, ia memprediksi Adhi Karya hanya meraih nilai kontrak baru sebesar Rp8 triliun atau 32 persen per Agustus.
“Tambahan tersebut sebagian besar disumbang oleh renovasi stadion Gelora Bung Karno dengan nilai proyek Rp769,6 miliar,” imbuhnya.
Senada dengan Franky, analis Millenium Danatama Sekuritas M. Al Amin juga menilai Adhi Karya akan sulit untuk mencapai target kontrak barunya tahun ini. Terlebih lagi, perolehan kontrak baru Adhi Karya sebagian besar merupakan pembangunan gedung. Padahal, bisnis sektor properti sendiri sedang melambat saat ini, sehingga permintaannya otomatis akan lesu.
“Iya, properti memang masih melambat, jadi akan berpengaruh juga ke Adhi Karya, kecuali seperti Waskita Karya yang kontrak barunya banyak diperoleh dari proyek-proyek jalan tol, lebih lancar dari segi bisnis,” ungkap M. Al Amin.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto menegaskan pihaknya tidak akan merevisi target nilai kontrak baru hingga akhir tahun. Hal ini karena ia yakin nilai kontrak baru Adhi Karya akan bertambah dari proyek LRT sebesar Rp15 triliun – Rp 20 triliun.
“Nilai kontrak baru per Juli itu belum termasuk nilai proyek LRT, nanti kami akan dapat besar dari LRT. Jadi tidak akan ada revisi target karena kami masih optimis,” tegas Budi Harto.
Adapun, nilai kontrak baru Waskita sendiri sudah mencapai 69,1 persen dari target nilai kontrak baru 2016 Rp66 triliun. Kemudian, nilai kontrak baru Wijaya Karya telah mencapai 42,7 persen dari target 2016 Rp52,8 triliun, sedangkan PTPP sendiri telah mencapai setengah dari target 2016 Rp31 triliun.
M. Al Amin menilai Waskita masih akan memimpin perolehan nilai kontrak baru hingga akhir tahun karena dilihat dari nilai kontrak barunya yang sudah hampir mencapai target. Selain itu, perusahaan tersebut juga terlihat agresif dalam mencapai targetnya.
(gir)