Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya pemerintah menjaga stabilitas pasokan daging, sebagai implementasi dari salah satu kebijakan dari paket deregulasi ekonomi jilid IX, direspon berbeda oleh dua asosiasi importir dan pengusaha daging sapi.
Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) menganggap kebijakan pemerintah itu tidak efektif karena sebagian besar anggotanya keslutian mendapatkan izin impor dari Menteri Perdagangan.
Sebaliknya, Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) justru menilai langkah stabilisasi pasokan daging cukup berdampak positif bagi kelangsungan bisnis perdagangan daging dan penggemukan sapi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Aspidi Thomas Sembiring menilai, banyak yang belum jelas dari paket kebijakan ekonomi, terutama yang menyangkut impor sapi. Sebab, meskipun 30 importir sapi yang tergabung dalam Aspidi telah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian untuk impor, tetapi izin resminya masih tertahan di meja Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
"Prosesnya kami sudah ikuti, mulai dari minta rekomendasi dari Kementerian Pertanian, kemudian ajukan izin ke Mendag berdasarkan rekomendasi tersebut. Tapi ternyata tidak konsisten dengan kebijakannya," kata Thomas Sembiring kepada CNNIndonesia.com, Rabu (7/9).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Apfindo Johny Liano menganggap pemerintah cukup serius mengejar target pemenuhan pasokan daging dengan mempercepat izin impor dan memperbesar kuota.
"Izin melakukan impor dipangkas dari lima hari menjadi dua hari saja. Kuota tahun ini juga cukup besar, 600 ribu ton daging sapi sampai akhir tahun," ungkap Johny, Kamis (8/9).
Apabila ditinjau dari pemenuhan pasokan daging, kata Johny, pemerintah sudah berhasil membebaskan Indonesia dari krisis pasokan daging. Pasalnya, ketika pasokan daging lokal hanya mampu menutup sekitar 70 persen kebutuhan masyarakat, pemerintah dengan sigap membuka keran impor untuk menutup 30 persen kekurangannya. Adapun jenis daging yang diperbolehkan diimpor meliputi daging sapi segar, daging sapi beku, daging jeroan, hingga yang terbaru daging kerbau dari India.
Kendati demikian, Johny menilai target pemerintah mematok harga daging di kisaran Rp80 ribu per kilo gram (kg) masih jauh dari harapan. Artinya, kebijakan impor daging belum cukup efektif menekan dan menstabilkan harga daging.
"Kalau mematok harga Rp80 ribu per kg masih belum tapi demi mengejar ini, pemerintah telah berikan alternatif dengan menawarkan banyak jenis daging yang bisa dijangkau masyarakat," jelas Johny.
Untuk daging sapi segar yang paling banyak diminati masyarakat, kata Johny, harganya masih belum bisa dipatok Rp80 ribu per kg karena belum dapat diimbangi dengan pasokan dari peternak lokal yang terbatas.
Sementara untuk daging sapi beku dan jeroan, lanjutnya, harganya sempat mencapai harapan pemerintah. Namun, respons publik terhadap peredaran daging beku dan jeroan sapi kurang bagus karena kualitasnya meragukan.
Terakhir, daging kerbau dari India, pemerintah melalui Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) memberikan opsi ini dengan harga yang dipatok rendah, yakni Rp65 ribu per kg. Namun, antusiasme masyarakat terhadap daging kerbau India sejauh ini belum tampak.
Lupakan Peternak LokalMeskipun mengapresiasi, Johny Liano memberikan catatan khusus terhadap kebijakan stabilisasi pasokan dan harga daging. Menurutnya, dampak positifnya dari paket kebijakan tersebut belum dirasakan oleh peternak lokal. Pasalnya, pemerintah hanya memfokuskan pada upaya pemenuhan pasokan dari impor.
Padahal, lanjut johny, peternak lokal kesulitan untuk meningkatkan produktivitas peternakan sapinya. Kendala utama yang belum dijawab oleh pemerintah terkait itu adalah dukungan permodalan dan kepastian penyediaan lahan ternak.
Johny pun berharap, pemerintah juga fokus pada peningkatan produktivitas peternak lokal sebagai bagian dari upaya menjaga kualitas dan mengendalikan harga daging sapi dalam jangka panjang.
"Nanti perlu kebijakan baru tentunya, yang bisa mengejar dari sisi peternak lokal karena ini butuh waktu panjang. Jadi, harus dibuat dari sekarang terkait kebijakan atau insentif tambahannya," tambahnya.
(ags/gen)