SETAHUN PAKET EKONOMI

Deregulasi Kebijakan, Niat Baik Jokowi yang Belum Optimal

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Jumat, 09 Sep 2016 06:08 WIB
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah mengapresiasi pembatalan  3.140 Perda, meski peraturan krusial yang dibidik masih nampak menghambat ekonomi.
Sejumlah calon investor berada di ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, Senin (26/1). (Antara Foto/Widodo S Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengapresiasi perbaikan regulasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan dibatalkannya lebih dari 3.140 peraturan daerah yang sifatnya menghambat ekonomi.

Penyederhanaan proses perizinan investasi dengan menerapkan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga dianggap sebagai langkah positif menuju perbaikan pelayanan publik.

Namun, semua upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah sejak paket kebijakan ekonomi I dan II dirilis genap setahun yang lalu dianggap KPPOD masih jauh dari optimal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada paket kebijakan ekonomi jilid I, yang dirilis pada 9 September 2015, pemerintahan Joko Widodo berkomitmen untuk mengurangi dan menyederhanakan regulasi serta mempermudah birokrasi demi meningkatkan daya saing industri.

Salah satunya merevisi sejumlah aturan dan menyusun Peraturan Pemerintah khusus untuk membuka kepemilikan asing pada properti berupa apartemen seharga Rp10 miliar ke atas.

Tiga pekan kemudian, tepatnya pada 29 September 2016, terbit paket kebijakan jilid II yang fokus pada promosi invetsasi dan memperkuat devisa. Salah satu kebijakannnya adalah menyederhanakan proses perizinan investasi menjadi hanya tiga jam.

"Pemerintah telah membatalkan 3.140 Perda, itu suatu kemajuan yang perlu diapresiasi. Namun dengan catatan, yang dibatalkan hanya perda-perda yang kategori atau kualifikasi masalahnya cukup ringan. Sementara Perda-Perda dengan kualifikasi masalah berat belum dicabut," ujar Ketua KPPOD Agung Pambudi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/9).

Ada beberapa Perda, yang menurut Agung Pambudi, telah diusulkan pelaku usaha untuk dicabut, antara lain Perda yang mengharuskan penggunaan tenaga kerja lokal pada tingkat tertentu.

"Misalnya di Krawang, ada Perdanya yang menwajibkan perusahaan menggunakan tenaga kerja lokal lebih dari 50 persen. Pelaku usah atidak masalah kalau sumber daya manusia di wilayah tersebut memenuhi kualifikasi, tetapi kalau tidak kan jadi masalah yang harusnya bisa diatasi dengan menggunakan tenaga kerja dari luar wilayah tersebut. Perda ini yang kami minta cabut," tuturnya.

Kemudian, kata Agung, ada kebijakan daerah yang mensyaratkan alokasi dana pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) pada jumlah tertentu. Perda terkait ini disarankannya segera dicabut karena idealnya CSR bersifay sukarela (voluntary) dan tidak boleh bersifat pemaksaan (mandatory).

"Kalau yang sifatnya mandatroy itu kan seperti pajak, PNBP dan retribusi. Jangan memberatkan lagi dengan kewajiban mengalokasikan CSR pada besaran tertentu, karena itu seharusnya bersifat voluntary," tuturnya.

Menurutnya, CSR harus dilihat dalam konteks bisnis model tertentu. Alokasi dana pertanggungjawaban sosial seharusnya bertujuan untuk menjaga kesinambungan usaha dan bukan diukur pada besaran nominal tertentu.

Belum Harmonis

Mengenai penyederhanaan perizinan usaha dan PTSP, Agung Pambudi melihat sudah ada perubahan positif.  Hal itu tercermin dari proses perizinan investasi tiga jam di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan implementasi PTSP dengan sangat baik di sejumlah daerah, seperti Boyolali dan Wonogiri.

"Semua daerah sudah punya PTSP, tapi pelaksanaanya belum optimal. Sejauh ini baru Boyolali dan Wonogiri yang PTSP-nya tidak hanya lebih mudah, tetapi juga lebih cepat dan murah," katanya.

Sementara di banyak daerah, lanjut Agung, penerapan PTSP masih jauh dari sempurna karena masyarakat masih harus bolak balik untuk mengurus perizinan tertentu. Seacra umum, arah perpbaikan pelayanan publik cukup positif meskipun implementasinya di tingkat pusat dan daerah masih belum harmonis.

"Jadi masih jadi pekerjaan rumah yang panjang untuk menyinergikan pusat dan daerah. Jangan sampai perizinan investasi tiga jam hanya di pusat saja. Itu pengalihan kewenangan perizinan juga belum semua dialihkan ke BKPM," katanya. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER