Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) telah menjalankan proses klarifikasi dokumen dan evaluasi salah satu proyek pembangkit listrik terbesarnya megaproyek 35 ribu Megawatt (MW), yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 1 berkapasitas 2 x 800 MW.
"Kira-kira tiga minggu dan empat minggu dari sekarang ditentukan pemenangnya," kata Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso, pekan lalu.
Pada akhir waktu pengumpulan dokumen tender proyek tersebut yaitu 25 Agustus 2016, terdapat empat konsorsium raksasa yang berpartisipasi dalam proses seleksi tender PLTGU Jawa 1 yaitu Adaro-Sembcorp, Mitsubishi-PJB-Rukun Raharja, Pertamina-Marubeni-Sojitz, dan Medco-Nebras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat tingginya antusias para peserta tender, PLN optimistis akan mampu memberikan tambahan setrum 1.600 MW ke Pulau Jawa pada penghujung 2020 dari pembangkit yang diperkirakan akan berlokasi di Muara Tawar, Bekasi, Jawa Barat ini.
Salah satu peserta tender yang dianggap berpotensi untuk memenangkan tender ini adalah konsorsium Mitsubishi cs, dengan Mitsubishi sebagai leader konsorsium.
Perlu diketahui, dalam proyek sebelumnya Mitsubishi juga telah menjadi jawara dalam tender EPC PLN yang lokasinya berada di wilayah Pantai Utara Jakarta, yakni proyek PLTGU Muara Tawar dengan kapasitas 500 MW dan PLTGU Tanjung Priok berkapasitas 800 MW.
Dalam keterangan pers PLN 30 Agustus lalu, pihak Mitsubishi mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada PLN yang telah memercayakan proyek Pembangkit Listrik Tenanga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang ini kepada Konsorsium Mitsubishi–Wijaya Karya.
Mereka juga menyatakan proyek ini merupakan tanda bahwa Mitsubishi akan terus berkontribusi untuk pembangunan di Indonesia.
Indikasi keunggulan Mitsubishi di proyek Jawa I ini makin menguat jika melihat daftar anggota konsorsium yang bergabung di perusahaan asal Jepang tersebut.
Dalam tender kali ini, Mitsubishi menggandeng PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) yang notabene anak perusahaan PLN, sang penyelenggara tender sebagai rekanan konsorsium. Sehingga hal ini menjadikan Mitsubishi cs berada paling depan di antara para pesaingnya.
Namun, Direktur Eksekutif Refominer Institute Komaidi Notonegoro menyarankan agar proyek pembangkit listrik tidak dilakukan oleh satu kontraktor saja. Hal itu diperlukan guna menekan risiko.
Risiko pertama yaitu jika dilakukan oleh satu kontraktor dikhawatirkan pengerjaan proyek bisa molor dari target. Risiko kedua yaitu dari sisi finansial atau keuangan. Dengan banyaknya proyek pembangkit yang dipegang oleh Mitsubishi, maka investasi atau beban keuangan yang harus ditanggung menjadi sangat besar.
Apalagi proyek JPLTGU Jawa 1 ini menyerap nilai investasi raksasa, yakni mencapai US$2 miliar atau sebesar Rp26 triliun.
“Kalau itu didistribusikan ke peserta lain, akan lebih cepat selesai. Ini juga harus dilihat dari sisi finansial. Kalau disebar maka kemampuan finansialnya juga akan terdistribusi,” ujar Komaidi.
Proyek ini memang bakal terus menjadi perhatian publik. Selain biaya investasi yang besar, PLTGU Jawa 1 adalah pembangkit terbesar yang pernah dibangun dalam satu lokasi di Indonesia.
Untuk itu, dalam proyek ini PLN ditantang untuk membuktikan profesionalismenya.
“Kalau memang konsorsium Mitsubishi dan anak perusahaan PLN ini layak, ya monggo. Tapi itu menunjukkan kelihaian Mitsubishi menggandeng partner,” ujarnya.
Jika jadi ditunjuk sebagai pemenang tender proyek tersebut, Mitsubishi bakal mencetak
hattrick dalam memenangkan proyek kelistrikan di wilayah pantai Jakarta Utara sekaligus semakin memantapkan diri menjadi jawara pembangkit listrik di lokasi tersebut dengan total kapasitas mencapai 3 ribu MW.
(gen)