Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) mendesak harga gas murah dari lapangan Jambaran-Tiung Biru, Blok Cepu, untuk memasok pabrik baru yang rencananya terletak di Bojonegoro, Jawa Timur.
Direktur Teknik dan Pengembangan Pupuk Kujang Hanggara Patrianta mengatakan, harga gas perlu efisien mengingat harga pupuk internasional saat ini sedang rendah. Bahkan, saat ini harganya di pasaran jauh lebih rendah dibandingkan Harga Pokok Penjualan (HPP) produk Pupuk Kujang.
Menurut data yang dimilikinya, saat ini, harga pupuk internasional tercatat di angka US$210 per ton. Sementara, HPP Pupuk Kujang berada di angka US$285,43 per ton atau lebih mahal US$75,43.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka dari itu harga gas harus deal (sepakat). Kalau memang belum ada kepastian, kami tidak akan jalan," ujarnya kepada CNN Indonesia, Selasa (20/9).
Di samping itu, ia menerangkan bahwa pembangunan pabrik yang diberi nama Kujang 1C ini dilakukan demi produk pupuk yang lebih murah. Saat ini, dua pabrik pupuk di Cikampek tergolong sebagai pabrik tua dengan kapasitas kecil, sehingga ongkos produksinya terbilang tidak efisien.
Padahal, menurut dia, seharusnya perusahaan melakukan efisiensi beban operasional (operational expenditure/opex) pada kondisi harga rendah seperti saat ini. Salah satu upayanya, yakni meningkatkan skala ekonomis dengan menambah kapasitas produksi.
Sebagai informasi, pabrik Kujang 1C rencananya memiliki kapasitas 1,1 juta ton per tahun. Angka itu setara dengan gabungan dua pabrik perusahaan yang berlokasi di Cikampek.
"Pupuk urea ini kan oversupply (kelebihan pasokan). Jelas harganya makin murah. Untuk itu, opex juga harus murah. Namun, pabrik kami di Cikampek ini pabrik tua," tutur Hanggara.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa lokasi pembangunan pabrik tak bisa diubah karena memang didesain untuk menerima aliran gas dari blok Cepu. Maka dari itu, perusahaan pun juga tidak berminat untuk mencari pemasok lain.
Namun, PT Pertamina EP Cepu selaku Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) menginginkan harga sebesar US$8 per MMBTU yang dieskalasi dua persen sejak tahun 2012. Sementara, harga gas yang ekonomis, ia bilang, berada di angka US$4 per MMBTU.
"Kalau memang tidak sepakat, ya realisasi pabrik kami undur dari tahun 2020. Kami juga tidak ada tenggat waktu kapan keputusan gasnya harus ada, kami tunggu saja," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap bisa menawarkan alokasi gas baru dari lapangan-lapangan lain di Blok Cepu. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik Pupuk Kujang, setelah harga gas lapangan Jambaran-Tiung Biru tak memungkinkan lagi untuk ditekan.
Maklum, sebanyak 34 persen gas lapangan Jambaran-Tiung Biru mengandung karbon dioksida dan hidrogen sulfida, sehingga biaya produksi gas menjadi sangat mahal.
"Harga keekonomian masih tinggi. Jadi, itu masih dibahas apa yang bisa dioptimumkan dan apa yang bisa diturunkan biayanya," imbuh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja di lokasi yang sama.
(bir/gen)