Pengusaha Keramik Kecewa Harga Gas Tak Juga Turun

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 31 Agu 2016 12:55 WIB
Tak kunjung turunnya harga gas membuat pertumbuhan industri keramik turun sebesar 20 persen pada paruh pertama tahun 2016.
Tak kunjung turunnya harga gas membuat pertumbuhan industri keramik turun sebesar 20 persen pada paruh pertama tahun 2016. (Dok. PGN)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menagih janji pemerintah untuk segera menurunkan harga gas bagi industri. Pasalnya, pertumbuhan industri keramik turun sebesar 20 persen pada paruh pertama tahun 2016.

Ketua Umum Asaki, Elisa Sinaga menjelaskan, penurunan harga gas diperlukan agar industri keramik bisa bertahan hidup sepanjang semester II tahun ini. Apalagi menurutnya, permintaan untuk menurunkan harga gas ini sudah dilayangkan asosiasi sejak tahun 2014.

"Kami sungguh kecewa. Meski Peraturan Presiden yang mengatur hal ini telah keluar sejak bulan Mei lalu, namun kami telah meminta sejak bulan Oktober 2014. Kami tidak butuh harga gas murah, namun harga yang bersaing," ujar Elisa kepada CNNIndonesia.com, Selasa (30/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bukan semata-mata untuk memperbaiki kinerja buruk yang kami alami sepanjang semester I tahun ini, tapi agar industri kami bisa bertahan hidup."

Ia mengakui, penurunan kinerja tersebut memang disebabkan oleh permintaan yang juga lesu. Namun, tingginya harga gas juga berpengaruh. Pasalnya, 30 hingga 35 persen dari komponen bahan baku dan 40 hingga 45 persen dari energi industri keramik dikontribusi dari harga gas.

Melihat hal ini, ia mempertanyakan sikap pemerintah yang kurang peka dengan kondisi yang ada.

"Dulu saya ingat harga gas naik cepat sebesar US$3,26 per Million British Thermal Unit (MMBTU) di tahun 2013, pas ketika harga minyak juga sedang naik. Tapi sekarang harga minyak turun, kenapa harga gas bagi industri juga tidak turun? Padahal dulu harga gas naik tanpa ada Peraturan Menteri (Permen) maupun Perpres," katanya.

Selain itu, ia juga mempersoalkan sistem pembayaran gas menggunakan denominasi dolar AS, yang menurutnya sangat rentan akan fluktuasi. Dengan kondisi pertumbuhan industri yang negatif, kondisi ini membuat industri keramik bak terjatuh dan tertimpa tangga.

"Kami hanya berharap pemerintah mau menurunkan harga gas berapapun penurunannya. Menurut kami itu sudah satu janji yang berhasil pemerintah tepati. Kalau memang mau diturunkan lagi, kami cukup senang, tapi realisasikan dulu saja yang sudah dijanjikan. Dalam hal ini, kami ingin pemangku kebijakan yang paling tinggi harus turun tangan," jelas Elisa.

Sebagai informasi, penurunan harga gas bagi industri tercantum di dalam Perpres no. 40 tahun 2016. Sesuai pasal 3 peraturan tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat menetapkan harga gas bumi tertentu jika tidak memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari US$6 per MMBTU.

Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), harga gas industri di Jawa Timur dihargai US$8,01 hingga US$8,05 per MMBTU. Sementara itu, harga gas Jawa bagian Barat di kisaran US$9,14 hingga US$9,18 MMBTU, bahkan harganya bisa mencapai US$13,9 hingga US$13,94 per MMBTU.

Lebih lanjut, pasal 4 ayat 1 peraturan tersebut menjelaskan bahwa penurunan harga gas bagi industri hanya berlaku bagi industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER