Siap-siap, Peserta Tax Amnesty Tak Perlu Bubarkan SPV

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 21 Sep 2016 19:19 WIB
Sebelumnya, bagi wajib pajak yang mengungkapkan harta tambahan melalui SPV yang tidak memiliki kegiatan usaha aktif harus membubarkan SPV itu.
Sebelumnya, bagi wajib pajak yang mengungkapkan harta tambahan melalui SPV yang tidak memiliki kegiatan usaha aktif harus membubarkan SPV itu. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal merelaksasi aturan perlakuan aset perusahaan dengan tujuan khusus atau special purpose vehicle (SPV) dalam rangka program amnesti pajak (tax amnesty). Hal ini dilakukan untuk mempermudah Wajib Pajak (WP) yang ingin mengikuti amnesti pajak.

Sebelumnya, bagi WP yang mengungkapkan harta tambahan melalui SPV yang tidak memiliki kegiatan usaha aktif harus membubarkan atau melepaskan hak kepemilikan atas SPV itu.

Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 127 /PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui SPV yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 23 Agustus 2016 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami melihat dalam dinamika di lapangan ternyata masih ada pihak-pihak yang masih membutuhkan existing SPV untuk kegiatan di masa yang akan datang. Jadi masih ada keperluan (atas SPV),” kata Staf Ahli Penerimaan Negara Astera Primanto Bhakti dalam konferensi pers di Gedung Djuanda I Kemenkeu, Rabu (21/9).

Pemerintah telah kebobolan dalam aturan sebelumnya karena tidak mempertimbangkan banyaknya karakteristik SPV yang memiliki kompleksitas berbeda. Prima mencontohkan, ada satu kasus di mana tidak semua pemilik dalam satu SPV ingin mengikuti amnesti pajak.

“Misalnya ada satu perusahaan yang membuat SPV secara joint antara satu pihak dengan pihak yang lain. Ternyata pihak yang lain tidak ingin ikut tax amnesty. Hal ini kan harus di-settle,” jelasnya.

Kendati tidak harus dibubarkan, lanjut Prima, WP harus menanggung uang tebusan atas aset yang diungkap melalui SPV sebesar tarif deklarasi luar negeri atau 4 persen pada periode pertama, 6 persen pada periode kedua, dan 10 persen pada periode ketiga.

“Kami menganggap kepemilikan atas aset yang di-declare tersebut adalah harta yang ada di SPV-nya,” ujarnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita menyambut baik relaksasi aturan yang dilakukan pemerintah. Pasalnya, jika SPV dibubarkan dan aset terkait SPV itu berada luar negeri maka WP bakal kena pajak dari negara lain yang lebih besar dari uang tebusan yang dibayarkan.

Misalnya, kata Suryadi, stamp duty tax (semacam Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) di luar negeri bisa mencapai 15 persen dari nilai aset, jauh lebih tinggi dibandingkan rentang tarif uang tebusan amnesti pajak, dua hingga sepuluh persen dari nilai aset. Hal itu bisa menyurutkan minat pengusaha untuk mengikuti amnesti pajak.

“Kalau SPV tidak dibubarkan sekarang lebih adil,” kata Suryadi. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER