Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bakal memperluas mandatori pencampuran biodiesel sebesar 20 persen (
mandatory B-20). Selain Solar bersubsidi, pemerintah akan mengimplementasikan B-20 di dalam solar non-subsidi.
Direktur Jenderal Energi, Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana menjelaskan, perluasan objek
mandatory B-20 ini dilakukan agar pengusahaan kelapa sawit dan pengguna solar sama-sama untung. Selain itu, perluasan mandatory B-20 ini juga dianggap bisa menurunkan emisi gas rumah kaca.
"Kemarin kami fokus ke yang subsidi, sekarang akan kami perluas ke non-subsidi. Yang pasti akan lebih green dari sisi lingkungan. Sedangkan dari sisi keekonomian, kami yakin di hulu dan di hilir bisa diuntungkan. Yang penting negara diuntungkan," ujar Rida ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap, perluasan mandatory B-20 ini bisa mulai dilakukan pada pelaksanaan kontrak biodiesel baru tanggal 1 November 2016 mendatang. Jika ini diterapkan, maka pemerintah berharap bisa meningkatkan penyerapan biodiesel sebesar 2,5 juta kiloliter selama setahun ke depan.
Dengan demikian, diharapkan penyerapan biodiesel selama setahun bisa mencapai 5,5 juta kiloliter. Angka ini terbilang meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan target penyerapan tahun ini sebesar 2,93 juta kiloliter.
"Harapan saya kan November mulainya. Begitu ini diketok, dari situlah angka penyerapan 5,5 juta kiloliter bisa dimulai," lanjutnya.
Sama seperti solar bersubsidi, selisih harga solar non-subsidi dan biodiesel akan disubsidi menggunakan dana kutipan eskpor minyak kelapa sawit (CPO Fund). Kendati demikian, pemerintah tak berencana untuk meningkatan angka kutipan CPO Fund per tonnya.
Rida beralasan, ekspor CPO tahun depan akan meningkat sehingga dana pungutan seharusnya juga bisa ikut terkerek. Menurut asumsi yang ia gunakan, ekspor CPO tahun depan diprediksi sebesar 30 juta ton, atau meningkat 13,64 persen dari realisasi ekspor tahun 2015 sebesar 26,4 juta ton.
Dengan demikian, angka kutipan CPO Fund akan tetap sebesar US$20 per ton hingga US$50 per ton, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 114 tahun 2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan.
"Sementara ini tetap satuan (pungutannya), meski kemarin kami pernah meng-
exercise, bagaimana kalau satuan pungutannya dikurangi atau ditambah. Karena kami menggunakan banyak asumsi untuk kalkulasi itu, seperti volume-nya, pungutannya, serapannya, dan lain-lain," tuturnya.
Menurut data Kementerian ESDM, realisasi penyerapan biodiesel hingga Agustus tercatat 1,95 juta kiloliter. Angka ini tercatat 66,55 persen dari target penyerapan akhir tahun sebesar 2,93 juta kiloliter.
Penyerapan biodiesel tersebut diklaim berhasil menghemat devisa negara sebesar Rp8,05 triliun dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 9 juta karbondioksida (CO2).
(gir)