Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) meminta, pemerintah untuk tidak lepas tangan mengenai dana pungutan sawit di bawah pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa sawit. Soalnya, dana tersebut dikhawatirkan tidak lagi cukup membiayai program subsidi biodiesel.
Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Aprobi mengatakan, dana subsidi biodiesel mengalami pembengkakkan karena BPDP juga menanggung pembayaran biodiesel untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero). Sebelumnya, dana pungutan ditujukan kepada penggunaan biodiesel bersubsidi di sektor transportasi.
Apalagi, lanjut dia, ada wacana supaya biodiesel non subsidi menerima subsidi, sehingga kekhawatirannya dana yang terkumpul saat ini tidak bisa menutupi program biodiesel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meminta pemerintah tidak lepas tangan dengan persoalan kekurangan dana subsidi. Sebab, masalah biodiesel ini bukan semata-mata tanggungjawab pelaku usaha, namun pemerintah punya andil di dalamnya," ujarnya, seperti dilansir ANTARA, Minggu (19/6).
Menurut Paulus, instrumen subsidi biodiesel dapat dimasukkan ke dalam subsidi solar sebesar Rp500 per liter.
Sebelumnya Sekjen Aprobi,Togar Sitanggang menyebutkan, BPDP Kelapa Sawit menyatakan dana pungutan sawit yang dikelola lembaga tersebut dikhawatirkan tidak lagi cukup membiayai program subsidi.
Beban dana subsidi makin bertambah apabila biodiesel nonsubsidi (PSO) juga menerima subsidi seperti PSO. Faktor lainnya adalah selisih harga solar MOPS dengan harga biodiesel dan pemberian subsidi biosolar kepada PLN.
"BPDP sendiri yang khawatir dana subsidi biodiesel tidak lagi mencukupi. Bukan dari kami (Aprobi). Kami hanya dimintakan usulan terkait mengatasi masalah ini," tutur dia.
Master Parulian Tumanggor, Ketua Umum Aprobi menerangkan, kekhawatiran subsidi berkurang dipicu kian melebarnya selisih antara harga MOPS solar dan harga biodiesel.
Dari data yang dihimpun bahwa subsidi biodiesel sebesar Rp2,05 triliun dalam rentang waktu kurang dari satu semester tahun ini. Belum lagi pengeluaran untuk tagihan yang masuk sebesar Rp3,72 triliun. Total dana yang akan keluar bisa Rp 5,77 triliun. Sedangkan, target penyaluran subsidi biodiesel tahun ini sekitar Rp 11 triliun.
Master menuturkan, pemerintah telah membentuk tim khusus untuk membahas skenario subsidi biodiesel ini, yang didalamnya terdapat Aprobi. "Dalam rapat tim khusus tadi muncul beberapa skenario untuk mengatasi masalah subsidi. Pertama, kewajiban pencampuran biodiesel 20 persen (B20) dikurangi menjadi biodiesel 15 persen (B15)," imbuh dia.
Usulan berikutnya, dana pungutan sawit akan dinaikkan baik produk hulu dan hilir. Apabila dana pungutan naik, dampak lanjutannya bisa saja mematikan industri hilir atau malahan petani.
Ada pula usulan revisi Harga Indeks Pasar (HIP) biodiesel sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 29/2015 mengenai Penyediaan dan Pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel oleh BPDP Kelapa Sawit. Dalam aturan yang direvisi ini dimasukkan ketentuan mengenai pemangkasan ongkos produksi biodiesel di tingkatan produsen.
Kendati demikian, Master mengaku, kurang sependapat dengan rencana pengurangan ongkos produksi dan marjin. Pasalnya, aturan ini bisa mematikan produsen biodiesel skala kecil dan merugikan investasi baru biodiesel.
(bir)