Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membenarkan bahwa kesediaan pemerintah memperlonggar syarat pengampunan pajak akibat kritik yang dilontarkan pelaku usaha.
“Awalnya itu permintaan para pengusaha, kalau mereka minta kan tandanya berminat ikut. Makanya diberi pelonggaran itu,” kata Darmin, Jumat (23/9).
Kemarin (22/9) malam di Istana Negara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengabulkan permintaan para pengusaha untuk melonggarkan ketentuan mengikuti amnesti pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menerima pendaftaran amnesti cukup dengan syarat menyerahkan Surat Pernyataan Harta (SPH), tanpa harus melengkapi persyaratannya pada saat itu juga.
Dengan begitu, para pengusaha itu masih bisa mengikuti amnesti pajak di periode pertama yang memiliki tarif tebusan paling rendah. Meskipun, persyaratan administrasinya belum lengkap. Menurut Sri Mulyani, kelonggaran tersebut akan diberlakukan sampai Desember 2016 dengan payung hukum Peraturan Menteri Keuangan.
Darmin menambahkan, untuk bisa ikut
tax amnesty memang diperlukan proses yang cukup panjang. Sehingga waktu tiga bulan untuk mengincar tarif uang tebusan dan repatriasi yang paling rendah, dirasa kurang cukup oleh pengusaha untuk memenuhi syarat administrasi yang dibutuhkan.
"Jadi ya karena sangat bisa terjadi memang bahwa mereka perlu waktu untuk memproses, transfer uang. Sehingga ada juga yang lihat-lihat dulu, semakin banyak orang yang ikut, semakin yakin dia," terangnya.
Sebelumnya, bos perusahaan tambang PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir menilai, lamanya penghitungan aset menjadi kendala pengusaha dalam melakukan repatriasi aset untuk bisa ikut program amnesti pajak di periode pertama.
"Ini pendapat pribadi saya. Memang dalam menghitung aset itu perlu waktu. Saya sendiri harus cek satu-satu. Takut ada yang kurang," tutur Garibaldi usai menyerahkan persyaratan administrasi program amnesti pajak di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar IV, Gedung Pajak Sudirman, Rabu (14/9) lalu.
Selain lamanya penghitungan nilai aset, pengusaha juga memiliki alasan lain untuk mempertahankan asetnya di luar negeri karena dinilai lebih menguntungkan.
Ia mencontohkan aset tetap berupa tanah atau bangunan, maupun aset likuid seperti kepemilikan saham pada perusahaan di luar negeri dan simpanan perbankan yang memberikan imbal hasil lebih besar akan tetap disimpan di luar negeri.
(gen)