Meski Dipersulit, BNI Fokus Jaring Dana Repatriasi dari China

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Kamis, 22 Sep 2016 10:04 WIB
Hingga pertengahan September 2016 jumlah dana repatriasi yang diterima BNI mencapai Rp1,5 triliun.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memfokuskan sasaran ke China untuk menjaring dana repatriasi milik peserta amnesti pajak yang banyak mengendap di sana. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Hong Kong, CNN Indonesia -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memfokuskan sasaran ke China untuk menjaring dana repatriasi milik peserta amnesti pajak yang banyak mengendap di sana. Namun, upaya itu tidak mudah karena otoritas setempat tidak memberikan kemudahan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) memulangkan asetnya.

"Kita akan mengarah ke Tiongkok, karena setelah dikaji jumlah dan yang ada di sana, justru lebih besar dibandingkan di Hong Kong," ungkap Wakil Direktur Utama BNI Suprajarto di Hong Kong kepada Antara, Rabu malam (21/9).

Suprajarto mengatakan beberapa WNI memiliki investasi yang cukup besar di sejumlah kota di China, seperti di Shanghai dan Guangzhou. Namun, tidak mudah bagi mereka untuk mengalihkan asetnya kembali ke Indonesia karena otoritas setempat tidak bisa meloloskannya dengan mudah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nilainya juga lumayan. Tetapi ternyata tidak mudah bagi mereka untuk menarik dananya dan menyertakannya dalam program TA (tax amnesty). Tiongkok juga tidak akan begitu saja meloloskan," tuturnya.

Untuk itu, lanjutnya, perlu dukungan dan lobi-lobi dari pemerintah untuk melancarkan upaya WNI di China untuk mendekalrasi sekaligus merepatriasi asetnya dalam rangka program amnesti pajak.

"Meski banyak pengusaha di luar negeri yang berjanji ikut program pengampunan pajak, nyatanya masih sulit bagi mereka untuk menarik dananya, termasuk dana pengusaha Indonesia di Tiongkok," kata Suprajarto menegaskan.

Ia mengemukakan, BNI aktif melakukan sosialisasi program amnesti pajak, baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan institusi Iain seperti Himbara dan Perwakilan Pemerintah RI di mancanegara.

"Kami terus lakukan, seperti hanya di Singapura, London, Amerika Serikat, Jepang dan Hong Kong. Dan banyak juga peminatnya, tetapi kembali persoalan seperti keengganan negara tertentu untuk mendukung program tersebut, menjadi hambatan untuk mereka segera merealisasikan komitmennya," kata Suprajarto.

Menurutnya, hingga pertengahan September 2016 jumlah dana repatriasi yang diterima BNI mencapai Rp1,5 triliun.

"Jumlah tersebut akan bertambah apalagi tarif tebusan termurah sebesar dua persen untuk repatriasi hingga akhir September 2016," kata Suprajarto menambahkan.

Sementara itu,Manajer Umum BNI Hong Kong Dodi Widjajanto mengatakan sejak sosialisasi pengampunan pajak dilakukan pada medio Agustus, terdapat sekitar 30 pengusaha Indonesia yang komitmen untuk ikut program Tax Amnesty.

"Jika peminatnya makin banyak, maka konsultasi yang dilakukan oeh perwakilan kantor pajak bersama KJRI Hong Kong dan BNI, akan diperpanjang hingga Maret 2017," katanya.

Sementara Duta Besar RI untuk China dan Mongolia, Soegeng Rahardjo mengatakan investasi yang dilakukan pengusaha Indonesia di China, sebagian memanfaatkan dana dari negara tersebut.

"Perusahaan mereka tetap melaporkan hartanya melalui perusahaan Induk di Jakarta atau kota lain di Indonesia. Semangat tax amnesty adalah sukarela Dan KBRI hanya menghimbau," katanya.

Soegeng menambahkan 2018 akan menjadi tahun keterbukaan dan pengusaha yang tidak memanfaatkan program pengampunan pajak, akan membayar pajak lebih tinggi dan mahal. "Ini pilihan bagi pengusaha, jadi tidak bisa dipaksakan," kata Dubes Soegeng. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER