Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengawali pekan terakhir periode I kebijakan amnesti pajak dengan catatan uang tebusan Rp42,3 triliun sampai pukul 09.00 WIB pada Senin (26/9) ini.
Angka tersebut baru menyentuh 25,63 persen dari total target uang tebusan Rp165 triliun yang diincar pemerintah ketika mencanangkan kebijakan tersebut mulai 1 Juli 2016 sampai akhir Maret 2017.
Selama lima hari ke depan atau tepatnya sampai Jumat (30/9) pukul 24.00 WIB, Wajib Pajak (WP) yang ingin mendapatkan pengampunan pajak masih bisa menikmati tarif termurah sebesar 2 persen untuk merepatriasi aset atau mendeklarasikan hartanya yang ada di dalam negeri dan 4 persen untuk mendeklarasikan harta di luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, tarif tersebut masing-masing akan naik menjadi 3 persen dan 6 persen ketika memasuki periode II amnesti yang dimulai 1 Oktober sampai 31 Desember 2016.
Repatriasi Rendah
Mengintip
dashboard amnesti pajak yang dikelola DJP, total harta yang dideklarasikan oleh 159.174 WP sampai pagi ini mencapai Rp1.776 triliun.
Meski jumlahnya terbilang fantastis, namun nilai harta yang dideklarasikan WP mayoritas berasal dari dalam negeri senilai Rp1.203 triliun, disusul deklarasi harta di luar negeri Rp480 triliun.
Sementara, yang direpatriasi tercatat baru tembus Rp92,6 triliun alias baru 9,26 persen dari target fantastis yang diketok Kementerian Keuangan sebesar Rp1.000 triliun.
Ketika bertemu dengan beberapa perusahaan kelas kakap Indonesia di Istana Negara pada Kamis (22/9) pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengabulkan permintaan untuk melonggarkan ketentuan mengikuti amnesti pajak.
Jokowi kemudian meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menerima pendaftaran amnesti cukup dengan syarat menyerahkan Surat Pernyataan Harta (SPH), tanpa harus melengkapi persyaratannya pada saat itu juga.
Dengan begitu, WP masih bisa mengikuti amnesti pajak di periode pertama yang memiliki tarif tebusan paling rendah meskipun persyaratan administrasinya belum lengkap. Kelonggaran tersebut akan diberlakukan sampai Desember 2016 dengan payung hukum Peraturan Menteri Keuangan.
Menarik untuk menunggu strategi apalagi yang akan dikeluarkan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari amnesti pajak di penghujung berakhirnya periode I, setelah sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan tidak ingin melanggar Undang-Undang dengan memperpanjang masa berlakunya tarif terendah di periode tersebut.
(gen)