Petani Tembakau Kecewa Cukai Rokok Naik 10,54% Tahun Depan

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Jumat, 30 Sep 2016 10:54 WIB
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) berharap kenaikan cukai rokok 2017 setara dengan laju inflasi atau idealnya hanya sekitar 5 persen.
Sejumlah petani tembakau membawa berbagai jenis makanan dan tumpeng saat dilangsungkan ritual Wiwit Panen Tembakau di perladangan kawasan lereng Gunung Sumbing, Desa Wonosari, Bulu, Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (31/7). (Antara Foto/Anis Efizudin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) kecewa dengan keputusan Kementerian Keuangan yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun depan rata-rata 10,54 persen.

"Itu terlalu tinggi, dulu kita usulkan hanya setara inflasi atau maksimalnya lima sampai enam persen saja. Sedangkan ini dua kali lipat dari usulan kita," ujar Ketua APTI Soeseno kepada CNNIndonesia.com.


Kebijakan tarif cukai tersebut, kata Soeseno, dipastikan bakal meningkatkan merugian para petani tembakau dan pengusaha rokok pada tahun depan. Selain volume penjualan akan berkurang, serapan tembakau yang dipanen petani oleh industri juga akan turun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun ini, kata Soeseno, penjualan rokok di dalam negeri turun sekitar 2 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan penjualan tersebut merupakan imbas dari kenaikan tarif cukai rokok yang rata-rata sekitar 11 persen per Januari 2016.

"Jelas akan menurun karena kalau dibandingkan 2015, pertumbuhan volume penjualan masih bagus, setidaknya stagnan. Tapi untuk 2016 pasti turun karena 2015 akhir ada kenaikan cukai," jelas Soeseno.

Selain itu, Soeseno mengatakan, kenaikan cukai 11 persen sejak awal tahun juga membuat serapan tembakau petani terganggu. Pasalnya, sekitar 5 persen dari keseluruhan produksi tembakau secara nasional tidak terserap oleh pabrikan rokok pada tahun ini.

Terlebih, lanjutnya, fenomena La Nina turut berdampak negatif terhadap produktivitas petani tembakau tahun ini. Hal ini jelas membuat kualitas tembakau menurun dan volume hasil produksi petani merosot 40 persen.

"Ini memang memberi dampak semua tembakau kita terserap tapi bukan karena mutu tembakau bagus atau industri menyerap banyak tapi karena kekurangan suplai," kata Soeseno.

Soeseno menambahkan, minimnya serapan tembakau dari petani membuat industri mengalami kekurangan pasokan yang secara bersamaan memicu kenaikan harga tembakau.

Untuk tahun ini, Soeseno mencatat, kenaikan harga tembakau hampir 50 persen bila dibandingkan tahun lalu, yakni dari kisaran Rp20 ribu sampai Rp25 ribu per kilo gram (kg) menjadi Rp30 ribu sampai Rp40 ribu per kg.


Secara otomatis, lanjutnya, jumlah tembakau yang minim dan harga yang naik membuat harga bahan baku industri meningkat dan berpotensi mendongkrak harga rokok pabrikan. Semua itu, belum memperhitungkan kenaikan cukai hasil tembakau.

"Efek akhirnya rokok jadi semakin mahal, nanti penjualan akan menurun dan kena imbas ke semuanya," tambahnya.

Rencananya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan mengumumkan secara resmi kenaikan tarif cukai rokok tahun depan. Adapun besar kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata akan berkisar 10,54 persen. (ags/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER